MLM
Dalam Pandangan Islam
Suatu
lembaga bisnis pastinya akan berusaha agar pemasaran produk berjalan baik.
Sehingga penjualan barang terus meningkat, di antaranya mengikat konsumen agar
setia dengan produk yang dijual. Caranya sangat beragam di antaranya dengan
menerapkan system Multi Level Marketing (MLM).
"strong> readmore</strong>/
System
pemasaran dan penjualan dengan MLM semakin marak. Banyak produk yang dipasarkan
dengan system ini. Bahkan sebagian produk bisa diperoleh dengan harga yang
lebih murah dengan menjadi member pada lembaga yang menerapkan system ini.
Sehingga masyarakat yang membutuhkan suatu produk tersebut tertarik untuk
menjadi anggotanya. Atau dalam beberapa prakteknya, banyak point dan bonus yang
dijanjikan bagi para anggota. Sehingga mereka bersemangat memasarkan produk
tersebut untuk mengejar point dan bonus tersebut. Dan terkadang ada yang
berniat gabung demi mendapatkan bonus, bukan karena butuh kepada produk yang
dijual.
Karenanya
akhir-akhir ini banyak masyarakat muslim yang menanyakan hukum melakukan
transaksi jual beli dengan system MLM (Multi Level Marketing) ini. Apakah
system tersebut dibenarkan dan dibolehkan oleh syariat? Atau malah dilarang?
Seorang
muslim harusnya memperhatikan masalah halal dan haram. Segala yang haram harus
dia jauhi, khususnya dalam masalah nafkah yang didapatkan. Karena barang haram
–baik haram dzatnya atau sebab memperolehnya- yang dikonsumsi akan menyebabkan
ibadahnya tidak diterima dan doanya tidak dikabulkan. Dan keharaman akan
menjadi sebab datangnya banyak musibah.
Begitulah
dalam menyikapi system MLM, dia harus memastikan apakah hukumnya dibenarkan
oleh syariat atau tidak? Maka pada sabtu malam (04/12/2010) yang lalu, Pengurus
masjid Al-Muhajirin, Kavling Harapan Kita, Seroja, Bekasi Utara dalam kajian
rutin bulanan di malam Ahad pertama mengkaji masalah ini.
Ustadz
Dr. Ahmad Zain An Najah, MA. pengasuh kajian tersebut menyimpulkan bahwa Sistem
MLM secara konvensional yang banyak ditemui di masyarakat hukumnya haram dengan
enam alasan yang beliau kemukakan. Walaupun, menurut beliau masih banyak lagi
alasan yang lain. Namun enam alas an tersebut sudah mencukupi untuk
menyimpulkan hukumnya.
Menurut
Doktor alumnus Al-Azhar Kairo ini, boleh atau tidaknya penjualan dengan MLM
ditentukan oleh system yang dipraktekkan. Sebatas lebel syariah tidak menentukan
kehalalan. Karenanya setiap system pemasaran dan penjualan barang dengan system
MLM yang berlabel syariah perlu dikaji secara tersendiri dan khusus. Adakah
kaidah dasar syariah yang dilanggarnya sehingga menyebabkan haramnya system
yang digunakan? Berikut ini kami suguhkan kepada pembaca artikel, “MLM Dalam
Pandangan Islam” yang menjadi panduan pada kajian di atas. Dan semoga tulisan
beliau ini bisa menjawab pertanyaan seputar hukum MLM tersebut:
MLM
Dalam Pandangan Islam
Oleh: Dr. Ahmad Zain An Najah, MA
Akhir-akhir
ini banyak masyarakat yang menanyakan hukum melakukan transaksi jual beli
dengan system MLM (Multi Level Marketing). Tulisan di bawah ini mudah-mudahan
bisa menjawab pertanyaan tersebut:
Pengertian
MLM
MLM
adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen
sebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem penjualan ini menggunakan
beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya.
Promotor
(upline) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih
dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru yang mendaftar
atau direkrut oleh promotor. Akan tetapi, pada beberapa sistem tertentu,
jenjang keanggotaan ini bisa berubah-ubah sesuai dengan syarat pembayaran atau
pembelian tertentu.
Komisi
yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi
yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang. Promotor akan
mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan
bawahan.
Harga
barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah
komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu
kelancaran distribusi. (http://id.wikipedia.org)
Untuk
menjadi keanggotaan MLM, seseorang biasanya diharuskan mengisi formulir dan
membayar uang dalam jumlah tertentu dan kadang diharuskan membeli produk
tertentu dari perusahaan MLM tersebut, tetapi kadang ada yang tidak
mensyaratkan untuk membeli produk tersebut. Pembayaran dan pembelian produk
tersebut sebagai syarat untuk mendapatkan point tertentu.
Kadang
point bisa didapatkan oleh anggota jika ada pembelian langsung dari produk yang
dipasarkan, maupun melalui pembelian tidak langsung melalui jaringan
keanggotaan. Tetapi kadang point bisa diperoleh tanpa pembelian produk, namun
dilihat dari banyak dan sedikitnya anggota yang bisa direkrut oleh orang
tersebut, yang sering disebut dengan pemakelaran.
Transaksi
jual beli dengan menggunakan sistem MLM hukumnya haram. Alasan-alasannya adalah
sebagai berikut :
Alasan
Pertama:
Di dalam transaksi dengan metode
MLM, seorang anggota mempunyai dua kedudukan: Kedudukan pertama,
sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari
perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia akan
mendapatkan bonus berupa potongan harga.
Kedudukan
kedua, sebagai makelar, karena selain
membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru. Setiap
perekrutan dia mendapatkan bonus juga.
Pertanyaannya
adalah bagaimana hukum melakukan satu akad dengan menghasilkan dua akad
sekaligus, yaitu sebagai pembeli dan makelar?
Dalam
Islam hal itu dilarang, ini berdasarkan hadist-hadist di bawah ini:
1.
Hadits abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي
بَيْعَةٍ
“Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam satu
pembelian.”( HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam Tirmidzi : Hadist
Abu Hurairah adalah hadist Hasan Shahih dan bisa menjadi pedoman amal menurut
para ulama)
Imam
Syafi’i rahimahullah berkata tentang hadist ini, sebagaimana dinukil
Imam Tirmidzi, “Yaitu jika seseorang mengatakan, ’Aku menjual rumahku
kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu kepadaku
dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga
menjadi milikmu’.” (Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz :
3, hlm. 533)
Kesimpulannya
bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang mengikat satu dengan
yang lainnya adalah haram berdasarkan hadist di atas.
2.
Hadist Abdullah bin Amr, bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
bersabda :
لَا
يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ
تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
"Tidak
halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu
transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual
sesuatu yang bukan milikmu."
(HR. Abu Daud)
Hadits
di atas juga menerangkan tentang keharaman melakukan dua transaksi dalam satu
akad, seperti melakukan akad utang piutang dan jual beli, satu dengan yang
lainnya saling mengikat. Contohnya: Seseorang berkata kepada temannya, “Saya
akan jual rumah ini kepadamu dengan syarat kamu meminjamkan mobilmu kepada saya
selama satu bulan.” Alasan diharamkan transaksi seperti ini adalah tidak
jelasnya harga barang dan menggantungkan suatu transaksi kepada syarat yang
belum tentu terjadi. (Al Mubarkufuri, Tuhfadh al Ahwadzi, Beirut, Dar
al Kutub al Ilmiyah, Juz : 4, hlm. 358, asy Syaukani, Nailul Author, Riyadh,
Dar an Nafais, juz : 5, hlm: 173)
Alasan
Kedua:
Di dalam MLM terdapat makelar
berantai. Sebenarnya makelar (samsarah) dibolehkan di dalam Islam,
yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan
produk dan pertemukannya dengan pembelinya.
Adapun
makelar di dalam MLM bukanlah memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi.
Maka, kita dapatkan setiap anggota MLM memasarkan produk kepada orang yang akan
memasarkan dan seterusnya, sehingga terjadilah pemasaran berantai. Dan ini
tidak dibolehkan karena akadnya mengandung gharar dan spekulatif.
Alasan
Ketiga:
Di dalam MLM terdapat unsur
perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan,
sebenarnya niatnya bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk
tersebut, tetapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan point
yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang
diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan.
Perjudian
juga seperti itu, yaitu seseorang menaruh sejumlah uang di meja perjudian,
dengan harapan untuk meraup keuntungan yang lebih banyak, padahal keuntungan
tersebut belum tentu bisa ia dapatkan.
Alasan
Keempat:
Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar
(spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat,
karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih
banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan
keuntungan tersebut atau malah merugi.
Dan
Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melarang setiap
transaksi yang mengandung gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu bahwasanya ia berkata :
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ
بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu:
jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar
(spekulatif).“ (HR. Muslim, no: 2783)
Alasan
Kelima: Di dalam MLM terdapat hal-hal yang
bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah : Al Ghunmu bi al
Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang
dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang
paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena
merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi
keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas.
Merekalah
yang terus menerus mendapatkan keuntungan-keuntungan tanpa bekerja, dan mereka
bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Apalagi jika mereka kesulitan
untuk melakukan perekrutan, dikarenakan jumlah anggota sudah sangat
banyak.
Alasan
Keenam:
Sebagian ulama mengatakan bahwa
transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl, karena
anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang
lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang
berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih nilai). Begitu juga
termasuk dalam kategori riba nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan uang
penggantinya tidak secara cash.
Sementara
produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai sarana
untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota, sehingga
keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini.
Keharaman
jual beli dengan sistem MLM ini, sebenarnya sudah difatwakan oleh sejumlah
ulama di Timur Tengah, diantaranya adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan
yang dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan dengan
tanggal 17 Juni 2003 M pada majelis no. 3/24. Kemudian dikuatkan dengan Fatwa
Lajnah Daimah Arab Saudi pada tanggal 14/3/1425 dengan nomor (22935). Wallahu
A’lam. [PurWD/voa-islam.com]