Jejak
Suku Anak Aceh di Negeri Sembilan, Malaysia
Negeri Sembilan atau juga di kenal
Negeri yang Sembilan merupakan salah satu negara bagian dalam federasi Malaysia.
Sebutan Negeri di Malaysia sama dengan Provinsi di Indonesia. Secara historis
asal mula penyebutan nama Negeri Sembilan dikarenakan negeri tersebut di bentuk
oleh gabungan sembilan buah negeri, yaitu, Johol, Jelebu, Klang, Sungai Ujong,
Naning, Rembau, Jelei, Segamat, dan Pasir Besar.
Di samping itu, pembentukan Negeri
Sembilan juga tidak terlepas dari peran suku-suku pada masa itu terutama yang
datang dari Minangkabau, Sumatera Barat pada abad ke 14. Suku-suku itu diberi
nama mengikut kepada asal kedatangan mereka. Umpamanya, jika mereka yang datang
dari Payakumbuh, Sumatera Barat maka suku itu diberi namanya dengan suku
Payakumbuh. Jika mereka datang dari Tanah Datar, maka diberi nama suku Tanah
Datar. Kemudian apabila datang dari Melaka maka diberi nama suku Anak Melaka.
Begitu pula mengenai Suku Anak Aceh di sana yang diyakini ada sangkut-pautnya
dengan orang Aceh yang pernah datang ke negeri tersebut. Namun keberadaan Suku
Anak Aceh sangat sedikit rujukan (paling tidak sejauh yang saya tahu).
Ada dua temuan yang saya dapatkan
dalam menguak jejak Suku Anak Aceh di Negeri Sembilan. Temuan tersebut saya
peroleh ketika saya sedang mendalami kajian disertasi tentang peradilan adat di
Aceh dan Malaysia. Pertama, bahwa Suku Anak Aceh berasal dari keturunan Tun
Seri Lanang dan kedua, nama Suku Anak Aceh berasal dari keturunan petapa Aceh
di Keramat Sungai Udang, Negeri Sembilan.
Keturunan Tun Seri Lanang
Pada bulan Juni 1613 Sultan Iskandar
Muda (1607 – 1636) telah menyerang dan mengalahkan kerajaan Johor di Batu
Sawar. Tun Seri Lanang beserta Sultan Johor, Sultan Alauddin Riat Shah (1597 –
1613) dan beberapa orang pembesar di sana telah tertawan dan di bawa ke Aceh.
Saat itu Tun Seri Lanang ikut
membawa istrinya yakni seorang Gundek yang tidak disebut siapa namanya ke Aceh.
Pada saat di bawa, Gundek tersebut diketahui sedang dalam keadaan hamil. Tidak
berapa lama berada di Aceh Gundek itu melahirkan dan anak itu diberi nama
dengan Tun Rembau. Selain dilakapkan sebagai Tun Rembau, Ia juga disebut sebagai
Seri Paduka Tuan di Aceh, Panglima Bandar Darul Salam.
Nama Rembau sendiri adalah nama
salah satu negeri yang bergabung dalam Negeri Sembilan. Di Rembau ternyata ada
abangnya dari Isteri lain Tun Seri Lanang yang menjadi Bendahara Paduka Raja
Datuk Sekundai yakni Tun Jenal. Ibu Tun Jenal tersebut bernama Tun Aminah. Tun
Seri Lanang sendiri pernah diberi kuasa oleh sultan Aceh untuk memerintah
Samalanga dan setelah meninggal dunia beliau dimakamkan di sana.
Apabila cerita ini benar, maka ada
dua kemungkinan yang bias dianalisis. Pertama, Tun Rembau yang sudah bergelar
Paduka Tuan di Aceh pernah pulang ke Negeri Sembilan dan beranak pinak di sana.
Selanjutnya, karena ia lahir di Aceh, maka ia merasa menjadi orang Aceh
sehingga keturunan-keturunannya menamakan diri mereka menjadi Suku Anak Aceh.
Kedua, boleh jadi Tun Jenal-lah yang
memberi nama suku Aceh sebagai penghormatan dan mengenang ayahanda dan adiknya
yang dibuang ke Aceh. Apalagi saat itu Tun Jenal mempunyai kekuasaan penuh di
Rembau. Tetapi analisa yang kedua ini agaknya bertentangan dengan teori asal,
sebab Tun Jenal bukan berasal dari Aceh.
Keturunan Keramat Sungai Udang
Keramat Sungai Udang adalah sebuah
tempat pertapaan seorang Aceh. Ia dipercayai sebagai seorang yang mempunyai
ilmu tinggi dan mampu mengusir hantu. Saat itu dikabarkan hantu akan melewati
kawasan Beranang, salah satu kawasan dalam Negeri Sembilan.
Dalam kawasan Beranang terdapat
seorang anak sultan Johor yakni Bendahara Sekundai yang baru saja
memper-istrikan Batin Sibu Jaya, penduduk Beranang. Bendahara Sekundai sendiri
sebetulnya dalam perjalanan dari Johor menuju Melaka.
Karena mendapat kabar hantu akan
melewati Beranang dan ada kepercayaan barang siapa yang di tegur oleh hantu
tersebut akan menjadi batu. Maka banyak masyarakat yang ketakutan dan melarikan
diri termasuk Bendahara Sekundai.
Manakala keadaan kalang kabut
begitulah, di ketahui ada seorang Aceh yang pandai membuat penangkal
(jampi-jampi) untuk menangkal kutukan hantu itu. Ia tengah bertapa di Keramat
Sungai Udang. Atas permintaan masyarakat maka kemudian orang Aceh ini menemui
masyarakat di sana dan menunjukkan obatnya. Ia menyuruh masyarakat mengambil
lilin untuk di jampi dan dijadikan lampu (dian) dan dibakar pada tiap-tiap
sore. Ia pun kemudian disebut-sebut sebagai Keramat Sungai Udang namun tidak
diketahui nama sebenarnya.
Apabila cerita ini benar,
kemungkinan besar ia sempat kawin di kawasan Negeri Sembilan dan kemudian
beranak pinak di sana. Maka boleh keberadaan Suku Anak Aceh adalah keturunan
dari Keramat Sungai Udang ini.
Kesimpulan
Bagaimanapun, kita belum dapat
menyimpulkan apakah Suku Anak Aceh tersebut berasal dari keturunan Tun Seri
Lanang ataukah berasal dari keturunan Keramat Sungai Udang?. Atau mungkin saja
masih ada cerita lain yang masih belum terungkap.
Yang pasti, sampai saat ini
keberadaan Suku Anak Aceh di Negeri Sembilan masih terdeteksi di Malaysia. Saya
sendiri secara tidak sengaja telah bertemu dengan salah seorang dari mereka. Ia
saat ini bekerja pada Perpustakaan Tun Seri Lanang (PTSL), perpustakaan kampus
Universiti Kebangsaan Malaysia di mana saat ini saya sedang melaksanakan studi.
Dalam interview singkat yang saya
lakukan dengannya. Ia menyatakan tidak tahu lagi bagaimana ia menjadi Suku Anak
Aceh. Karena yang ia faham saat ini, Negeri Sembilan itu di bentuk oleh
orang-orang yang datang dari Minangkabau. Kenyataan itu dapat kita perhatikan
dari kuatnya adat perpatih dengan sistem matrilineal yang masih diamalkan
hingga sekarang di sana sebagaimana matrilineal di daerah Padang Pariaman, Sumatra
Barat.
Jejak Suku Anak Aceh di Negeri yang
Sembilan tersebut masih perlu terus ditelusuri oleh pengkaji-pengkaji
selanjutnya. Dan dengan itu, dapat terungkap mengenai sejarah yang sebenarnya..
Mengenali asal usul Suku Anak Aceh sebagai salah satu kisah anak negeri berarti
kita makin mengenal betul siapa diri kita dan sejauh apa peranan bangsa Aceh
telah mempunyai peradaban tinggi di masa yang lalu. Wallahu ‘alam.
(Sumber : tulisan oleh Teuku Muttaqin Mansur)
(Sumber : tulisan oleh Teuku Muttaqin Mansur)