Nama Lamno begitu populer, dikarenakan sebagian penduduknya berciri
khas orang Eropa, sehingga sebutan "si Mata Biru" atau "bulek
Lamno" pun tidak terbantahkan ketika kita melihat sosok mereka.
Tsunami yang menggulung Aceh, 26
Desember 2004, merenggut lebih dari 100 ribu orang, hanya di Serambi Mekah.
Juga nyaris membuat punah ‘si Mata Biru’, penduduk Aceh keturunan Portugis.
Desa-desa mereka tersapu dahsyatnya gelombang gergasi.
"strong> readmore</strong>.
"strong> readmore</strong>.
Sudah lama Lamno, ibu kota Kecamatan
Jaya, populer karena sebagian penduduknya tak seperti warga Aceh kebanyakan.
Meski dari kampung, fisik mereka mirip orang Eropa: Mata biru kecokelatan,
hidung mancung, kulit putih, rambut pirang, dan perawakan tinggi. Mereka
kebanyakan adalah penduduk asli Daya.
Sampai saat ini tidak ada cerita yang
pasti soal asal muasal mengapa si Mata Biru ada di pedalaman desa di bawah kaki
gunung Geureute Aceh Jaya.
Bermata biru
Tidak semua penduduk Lamno yang berada di kecamatan Jaya, kabupaten Aceh Jaya memiliki postur tinggi, berhidung mancung, berambut pirang, berkulit putih dan bermata biru kecoklatan. Ciri khas tersebut hanya dimiliki oleh penduduk asli Daya keturunan Portugis.
Tidak semua penduduk Lamno yang berada di kecamatan Jaya, kabupaten Aceh Jaya memiliki postur tinggi, berhidung mancung, berambut pirang, berkulit putih dan bermata biru kecoklatan. Ciri khas tersebut hanya dimiliki oleh penduduk asli Daya keturunan Portugis.
Wahidin, salah seorang warga desa Ujong
Muloh yang mempunyai darah keturunan Portugis mengatakan komunitas si Mata Biru
atau lebih dikenal dengan sebutan bulek Lamno, kini sudah berkurang jumlahnya.
“Merupakan keturunan kedelapan karena
dari orangtua kami ada yang kelima dan enam. Di kabupaten Aceh Jaya dan
khususnya kecamatan Jaya dan ada lagi kecamatan Baru, namanya kecamatan Indra
Jaya di situ terdapat beberapa desa yang dihuni oleh penduduk keturunan
Portugis yang pada abad ke-14 sampai ke-16 terdampar di daerah kerajaan Daya,”
cerita Wahidin.
“Masyarakat dan kerajaan Daya menahan
tentara Portugis, lalu mereka menikah dengan orang-orang yang berada di sekitar
kerajaan Daya. Desa-desa yang menjadi basis keturunan Portugis penduduknya
yaitu desa Ujong Muloh, Kuala Daya, Gle Jong, Teumareum dan Lambeso, ini
umumnya hampir semua perempuan dan laki-lakinya berciri khas kulit putih,
rambut pirang dan hidung mancung.”
Sementara prianya ditambah dengan
berbulu di tangan dan bulu dada yang tebal.
“Di Lamno pengaruh Islam luar biasa.
Tentara Portugis yang telah kawin dengan dengan masyarakat Lamno mengikuti
agama Islam,” kata Wahidin, warga desa Ujong Muloh.
Dialek
Lamno sebuah wilayah yang terletak di pesisir Barat Aceh, berjarak 86 kilometer dari kota Banda Aceh, ibukota Provinsi. Adat istiadat Komunitas si Mata Biru sama dengan penduduk Aceh lainnya, hanya dialek bahasa yang membuat penduduk keturunan Portugis ini menjadi berbeda.
Lamno sebuah wilayah yang terletak di pesisir Barat Aceh, berjarak 86 kilometer dari kota Banda Aceh, ibukota Provinsi. Adat istiadat Komunitas si Mata Biru sama dengan penduduk Aceh lainnya, hanya dialek bahasa yang membuat penduduk keturunan Portugis ini menjadi berbeda.
“Menyangkut dengan bahasa masyarakat
Lamno berbeda dengan bahasa yang ada di kota. Orang keturunan Portugis itu
menggunakan dialek bahasa Daya. Umpamanya kalo kamo (kami), bahasa Lamnonya
kame atau kamey, (hari ini) uronyo disebut uronyee.”
Ada dua versi cerita tentang asal-usul
keberadaan orang Portugis di Lamno.
Versi pertama mengatakan Portugis
datang ke Aceh untuk menjajah pada tahun 1519 dan menikah dengan penduduk
setempat, sedangkan versi kedua mengatakan sebuah kapal perang Portugis yang
berisikan ratusan prajurit terdampar di perairan Lamno.
Kemudian Raja Daya yang berkuasa pada
saat itu menyelamatkan prajurit dan menerima mereka menjadi penduduk setempat,
dengan syarat harus memeluk agama Islam.
Tsunami
Kini keberadaan si Mata Biru atau bulek Lamno keturunan Portugis sudah berkurang jumlahnya. Desa-desa yang menjadi basis keturunan Portugis tersebut tersapu oleh dahsyatnya gelombang Tsunami.
Kini keberadaan si Mata Biru atau bulek Lamno keturunan Portugis sudah berkurang jumlahnya. Desa-desa yang menjadi basis keturunan Portugis tersebut tersapu oleh dahsyatnya gelombang Tsunami.
Karena imbas tsunami yang luar biasa,
keturunan Portugis itu terpencar. Ada yang ke Banda Aceh, Lhokseumawe dan
Meulaboh. Setelah tsunami mereka kawin dengan orang di sekitar tempat
pengungsian.
“Dari hasil perkawinan tersebut sudah
ada anak-anak keturunan Portugis berada di luar kecamatan Jaya.”
Pemerintah Portugal sendiri telah
menyalurkan bantuan pembangunan fasilitas kesehatan dan pendidikan di kawasan
tersebut yang masih tersisa.
Menurut catatan sejarah yang ada di
pusat dokumen induk Aceh, Marco Polo dalam petualangan pelayaran keliling
dunianya tahun 1292-1295 pernah singgah di kerajaan Daya dan menulis buku
tentang kebesaran kerajaan Daya berbaur dengan prajurit Portugis di Lamno.
Sumber: