Siapa yang Membangun Kabah?
File Under : Kisah Islami, Sejarah
Kabah berkali-kali rusak sehingga
harus berkali-kali dibongkar sebelum dibangun kembali. Di Museum Haramain,
benda-benda itu disim pan. Ada kotak tempat menyimpan parfum yang dulu pernah
mengisi ruangan Kabah. “Ruang Kabah isinya hanya tiga pilar dan kotak parfum
itu,” ujar Abdul Rahman, menunjuk pilar-pilar dan kotak yang letaknya
berjauhan.
Petugas Museum Haramain di Ummul
Joud, Makkah, itu mengantar kami keliling melihat koleksi museum. Museum ini
menyimpan benda-benda dari Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
"strong> readmore</strong>.
Ada potongan pilar
Kabah yang bentuknya sudah seperti kayu fosil berwarna cokelat tua, disimpan
bersama kunci pintu Kabah dari kayu, juga berwarna cokelat tua. Pintu Kabah
selalu dikunci dan pemegang kunci sudah turun-temurun dari satu keluarga, sejak
sebelum Nabi lahir.
Tangga kuno yang pernah dipakai
untuk masuk Kabah juga tersimpan di museum ini. Tersimpan pula pelapis Hajar
Aswad serta pelapis dan pelindung Maqam Ibrahim. Jika orangorang berebut
mencium pelindung Maqam Ibrahim, seharusnya yang layak dicium adalah yang
tersimpan di museum ini karena usianya lebih tua dari pelindung yang sekarang
dipasang.
Namun, tak ada anjuran mencium Maqam
Ibrahim. Nabi hanya memberi contoh mencium Hajar Aswad.
Kotak parfum Kabah yang disimpan di
museum ini juga berwarna cokelat tua. Sewaktu masih difungsikan di dalam Kabah,
botol-botol parfum yang dipakai untuk mengharumkan ruangan Ka’bah disimpan di
kotak itu.
Riwayat Kabah
Riwayat Kabah
Kabah awalnya dibangun oleh
Adam dan kemudian anak Adam, Syist, melanjutkannya. Saat terjadi banjir Nabi
Nuh, Kabah ikut musnah dan Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun kembali.
Al-Hafiz Imaduddin Ibnu Katsir mencatat riwayat itu berasal dari ahli kitab
(Bani Israil), bukan dari Nabi Muhammad.
Kabah yang dibangun Ibrahim pernah
rusak pada masa kekuasaan Kabilah Amaliq. Kabah dibangun kembali sesuai
rancangan yang dibuat Ibrahim tanpa ada penambahan ataupun pengurangan. Saat
dikuasai Kabilah Jurhum, Kabah juga mengalami kerusakan dan dibangun kembali
dengan meninggikan fondasi. Pintu dibuat berdaun dua dan dikunci.
Di masa Qusai bin Kilab, Hajar Aswad
sempat hilang diambil oleh anak-anak Mudhar bin Nizar dan ditanam di sebuah
bukit. Qusai adalah orang pertama dari bangsa Quraisy yang mengelola Ka’bah
selepas Nabi Ibrahim. Di masa Qusai ini, tinggi Ka’bah ditambah menjadi 25
hasta dan diberi atap. Setelah Hajar Aswad ditemukan, kemudian disimpan oleh
Qusai, hingga masa Ka’bah dikuasai oleh Quraisy pada masa Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad membantu memasangkan
Hajar Aswad itu pada tempat semestinya.
Dari masa Nabi Ibrahim hingga ke
bangsa Quraisy terhitung ada 2.645 tahun. Pada masa Quraisy, ada perempuan yang
membakar kemenyan untuk mengharumkan Ka’bah. Kiswah Ka’bah pun terbakar
karenanya sehingga juga merusak bangunan Ka’bah. Kemudian, terjadi pula banjir
yang juga menambah kerusakan Ka’bah. Peristiwa kebakaran ini yang diduga
membuat warna Hajar Aswad yang semula putih permukaannya menjadi hitam.
Untuk membangun kembali Kabah,
bangsa Quraisy membeli kayu bekas kapal yang terdampar di pelabuhan Jeddah,
kapal milik bangsa Rum. Kayu kapal itu kemudian digunakan untuk atap Kabah dan
tiga pilar Kabah. Pilar Kabah dari kayu kapal ini tercatat dipakai hingga 65 H.
Potongan pilarnya tersimpan juga di museum.
Empat puluh sembilan tahun
sepeninggal Nabi (yang wafat pada 632 Masehi atau tahun 11 Hijriah), Ka’bah
juga terbakar. Kejadiannya saat tentara dari Syam menyerbu Makkah pada 681
Masehi, yaitu di masa penguasa Abdullah bin Az-Zubair, cucu Abu Bakar, yang
berarti juga keponakan Aisyah.
Kebakaran pada masa ini
mengakibatkan Hajar Aswad yang berdiameter 30 cm itu terpecah jadi tiga.
Untuk membangun kembali, seperti
masa-masa sebelumnya, Kabah diruntuhkan terlebih dulu. Abdullah AzZubair
membangun Ka’bah dengan dua pintu. Satu pintu dekat Hajar Aswad, satu pintu
lagi dekat sudut Rukun Yamani, lurus dengan pintu dekat Hajar Aswad. Abdullah
bin Az-Zubair memasang pecahan Hajar Aswad itu dengan diberi penahan perak.
Yang terpasang sekarang adalah delapan pecahan kecil Hajar Aswad bercampur
dengan bahan lilin, kasturi, dan ambar.
Jumlah pecahan Hajar Aswad diperkirakan mencapai 50 butir.
Jumlah pecahan Hajar Aswad diperkirakan mencapai 50 butir.
Pada 693 Masehi, Hajjaj bin Yusuf
Ath-Taqafi berkirim surat ke Khalifah Abdul Malik bin Marwan (khalifah kelima
dari Bani Umayyah yang mulai menjadi khalifah pada 692 Masehi), memberitahukan
bahwa Abdullah bin Az-Zubair membuat dua pintu untuk Ka’bah dan memasukkan
Hijir Ismail ke dalam bangunan Ka’bah.
Hajjaj ingin mengembalikan Kabah
seperti di masa Quraisy; satu pintu dan Hijir Ismail berada di luar bangunan
Ka’bah. Maka, oleh Hajjaj, pintu kedua–yang berada di sebelah barat dekat Rukun
Yamani–ditutup kembali dan Hijir Ismail dikembalikan seperti semula, yakni
berada di luar bangunan Ka’bah.
Akan tetapi, Khalifah Abdul Malik
belakangan menyesal setelah mengetahui Ka’bah di masa Abdullah bin AzZubair
dibangun berdasarkan hadis riwayat Aisyah. Di masa berikutnya, Khalifah Harun
Al-Rasyid hendak mengembalikan bangunan Ka’bah serupa dengan yang dibangun
Abdullah bin Az-Zubair karena sesuai dengan keinginan Nabi. Namun, Imam Malik
menasihatinya agar tidak menjadikan Ka’bah sebagai bangunan yang selalu diubah
sesuai kehendak setiap pemimpin. Jika itu terjadi, menurut Imam Malik, akan
hilang kehebatannya di hati kaum Mukmin.
Pada 1630 Masehi, Kabah rusak akibat
diterjang banjir. Sultan Murad Khan IV membangun kembali, sesuai bangunan
Hajjaj bin Yusuf hingga bertahan 400 tahun lamanya pada masa pemerintahan
Sultan Abdul Abdul Aziz. Sultan inilah yang memulai proyek pertama pelebaran
Masjidil Haram.
Replika mushaf di Museum ini
tersimpan pula replika Quran mushaf Usmani yang bacaannya, susunan surah dan
ayatnya, serta jumlah surah dan ayatnya dipakai sebagai panduan hingga
sekarang. Yang berbeda cuma bentuk hurufnya.
Pada masa Khalifah Usman bin Affan
(35 H) dibuatlah standardisasi penulisan Quran. Di masa itu, sahabat sahabat
Nabi memiliki mushaf yang berbeda satu sama lain, baik dalam hal bacaan,
susunan surah dan ayat, maupun jumlah surah dan ayat.
Mushaf yang dimiliki Ibnu Mas’ud,
misalnya, tidak menyertakan Surat AlFatihah dan susunan surat yang berbeda.
Surah keenam bukanlah Surah Al-An’am, melainkan Surah Yunus.
Quran Ali bin Abi Thalib juga tak
memiliki Surah Al-Fatihah. Ali juga tak memasukkan surah ke-13, 34, 66, dan 96
ke mushafnya. “Ukuran mushaf Usman yang asli berbeda dari yang ini.
Ini hanya duplikat,” ujar Abdul Rahman.
Ini hanya duplikat,” ujar Abdul Rahman.