Konstitusi Republik Indonesia Serikat
Pelantikan Sukarno (tengah) sebagai
Presiden Republik Indonesia Serikat di Bangsal Sitinggil, Yogyakarta, pada 17
Desember 1949. Tampak paling kiri adalah pemimpin delegasi Daerah Istimewa
Kalimantan Barat yang sekaligus Ketua Perhimpunan Musyawarah Federal (BFO),
Sultan Hamid II, dan kedua dari kanan adalah pemimpin delegasi Negara Republik
Indonesia, Mohammad Hatta. Gambar: www.youtube.com.
"strong> readmore</strong>.
"strong> readmore</strong>.
62 tahun silam, tepatnya 27 Desember
1949, adalah hari yang teramat penting untuk Indonesia. Ia bukan saja hari
dimana negara Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia, tetapi,
sebagaimana dicatat oleh R.Z Leirissa (2006), juga penyerahan kedaulatan dari
Negara Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat.
27 Desember 1949 juga menjadi hari
ketika kemerdekaan bukan diklaim oleh satu dua kelompok, atau yang merasa
mewakili tetapi tak bermandat. Ia merupakan hari dimana seluruh negeri hadir dan bersuara
dalam posisi yang setara untuk bersama-sama membentuk sebuah negara yang amat
besar.
Negara Republik Indonesia Serikat
lahir atas kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar yang juga
diikuti oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Ketiga pihak tersebut adalah negara
Kerajaan Belanda, Pertemuan/Perhimpunan untuk Permusyawaratan Federal (BFO)
yang terdiri dari negara-negara dan daerah-daerah otonom, dan Negara Republik
Indonesia.
Berikut adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang berlaku sejak 27 Desember 1949 dengan ejaan yang sudah
disesuaikan dengan ejaan baru Indonesia. Konstitusi yang sebelumnya sudah
diratifikasi oleh pihak Republik Indonesia dan Perhimpunan untuk
Permusyawaratan Federal pada 29 Oktober 1949 ini kemudian dihapus seiring
berubahnya Indonesia dari federalisme kepada unitarisme atau kesatuan/sentralisme pada 17 Agustus
1950.
KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Mukadimah
Kami bangsa Indonesia semenjak
berpuluh-puluh tahun lamanya bersatu padu dalam memperjuangan kemerdekaan,
dengan senantiasa berhati teguh berniat menduduki hak-hidup sebagai bangsa yang
merdeka berdaulat.
Kini dengan berkat dan rahmat Tuhan
telah sampai kepada tingkatan sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun
kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk
republik-federasi, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan kebahagiaan
kesejahteraan perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara-hukum
Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
BAB
I
NEGARA
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Bagian
1
Bentuk
Negara dan Kedaulatan
Pasal
1
(1) Republik Indonesia Serikat yang
merdeka dan berdaulat ialah suatu negara-hukum yang demokrasi dan berbentuk
federasi.
(2) Kekuasaan berkedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.
(2) Kekuasaan berkedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.
Bagian
2
Daerah
Negara
Pasal
2
Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh
daerah Indonesia, iaitu daerah bersama:
a. Negara Republik Indonesia, dengan
daerah menurut status quo seperti tersebut dalam persetujuan Renville tanggal
17 Januari tahun 1948;
Negara Indonesia Timur;
Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta;
Negara Jawa Timur;
Negara Madura;
Negara Sumatera Timur, dengan pengertian, bahwa status quo Asahan Selatan dan Labuhan Batu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku;
Negara Sumatera Selatan.
Negara Indonesia Timur;
Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta;
Negara Jawa Timur;
Negara Madura;
Negara Sumatera Timur, dengan pengertian, bahwa status quo Asahan Selatan dan Labuhan Batu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku;
Negara Sumatera Selatan.
b. Satuan-satuan kenegaraan yang
tegak sendiri;
Jawa Tengah;
Bangka;
Belitung;
Riau;
Kalimantan Barat (Daerah istimewa);
Dayak Besar;
Daerah Banjar;
Kalimantan Tenggara; dan
Kalimantan Timur.
Jawa Tengah;
Bangka;
Belitung;
Riau;
Kalimantan Barat (Daerah istimewa);
Dayak Besar;
Daerah Banjar;
Kalimantan Tenggara; dan
Kalimantan Timur.
a dan b ialah daerah bagian yang
dengan kemerdekaan menentukan nasib sendiri bersatudalam ikatan federasi
Republik Indonesia Serikat, berdasarkan yang ditetapkan dalam Konstitusi ini
dan lagi
c. daerah Indonesia selebihnya yang
bukan daerah-daerah bagian.
Bagian
3
Lambang
dan Bahasa Negara
Pasal
3
(1) Bendera kebangsaan Republik
Indonesia Serikat ialah bendera Sang Merah Putih.
(2) Lagu kebangsaan ialah lagu “Indonesia Raya”.
(3) Pemerintah menetapkan meterai dan lambang negara.
(2) Lagu kebangsaan ialah lagu “Indonesia Raya”.
(3) Pemerintah menetapkan meterai dan lambang negara.
Pasal
4
Bahasa resmi Negara Republik
Indonesia Serikat ialah Bahasa Indonesia.
Bagian
4
Kewarga-Negaraan
dan Penduduk Negara
Pasal
5
(1) Kewarga-negaraan Republik
Indonesia Serikat diatur oleh undang-undang federal.
(2) Pewarga-negaraan (naturalisasi) dilakukan oleh atau dengan kuasa undang-undang federal. Undang-undang federal mengatur akibat pewarga-negaraan terhadap isteri orang yang telah diwarganegarakan dan anak-anaknya yang belum dewasa.
(2) Pewarga-negaraan (naturalisasi) dilakukan oleh atau dengan kuasa undang-undang federal. Undang-undang federal mengatur akibat pewarga-negaraan terhadap isteri orang yang telah diwarganegarakan dan anak-anaknya yang belum dewasa.
Pasal
6
Penduduk Negara ialah mereka yang
diam di Indonesia menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Bagian
5
Hak
dan Kebebasan Dasar Manusia
Pasal
7
(1) Setiap orang diakui sebagai
manusia pribadi terhadap undang-undang.
(2) Segala orang berhak menuntut perlakuan dan perlindungan yang sama oleh undang-undang.
(3) Segala orang berhak menuntut perlindungan yang sama terhadap tiap pembelakangan dan terhadap tiap-tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian.
(4) Setiap orang berhak mendapat bantuan-hukum yang sungguh dari hakim-hakim yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan kepadanya menurut hukum.
(2) Segala orang berhak menuntut perlakuan dan perlindungan yang sama oleh undang-undang.
(3) Segala orang berhak menuntut perlindungan yang sama terhadap tiap pembelakangan dan terhadap tiap-tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian.
(4) Setiap orang berhak mendapat bantuan-hukum yang sungguh dari hakim-hakim yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan kepadanya menurut hukum.
Pasal
8
Sekalian orang yang ada di daerah
Negara sama berhak menuntut perlindungan untuk diri dan harta-bendanya.
Pasal
9
(1) Setiap orang berhak dengan bebas
bergerak dan tinggal dalam perbatasan Negara.
(2) Setiap orang berhak meninggalkan negeri dan – jika ia warga-negara atau penduduk – kembali ke situ.
(2) Setiap orang berhak meninggalkan negeri dan – jika ia warga-negara atau penduduk – kembali ke situ.
Pasal
10
Tiada seorang pun boleh diperbudak,
diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan budak dan perhambaan dan
segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya kepada itu, terlarang.
Pasal
11
Tiada seorang juapun akan disiksa
ataupun diperlakukan atau dihukum secara ganas, tidak mengenal perikemanusiaan
atau menghina.
Pasal
12
Tiada seorang juapun boleh ditangkap
atau ditahan, selainnya atas perintah untuk itu oleh kekuasaan yang sah menurut
aturan-aturan undang-undang dalam hal-hal dan menurut cara yang diterangkan
dalamnya.
Pasal
13
(1) Setiap orang berhak, dalam
persamaan yang sepenuhnya, mendapat perlakuan jujur dalam perkaranya oleh hakim
yang tak memihak, dalam hal menetapkan hak2 dan kewajiban-kewajibannya dan
dalam hal menetapkan apakah suatu tuntutan hukuman yang dimajukan terhadapnya
beralasan atau tidak.
(2) Bertentangan dengan kemauannya tiada seorang juapun dapat dipisahkan dari pada hakim, yang diberikan kepadanya oleh aturan hukum yang berlaku.
(2) Bertentangan dengan kemauannya tiada seorang juapun dapat dipisahkan dari pada hakim, yang diberikan kepadanya oleh aturan hukum yang berlaku.
Pasal
14
(1) Setiap orang yang dituntut
karena disangka melakukan sesuatu peristiwa pidana berhak dianggap tak
bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya dalam suatu sidang pengadilan, menurut
aturan-aturan hukum yang berlaku, dan ia dalam sidang itu diberikan segala
jaminan yang telah ditentukan dan yang perlu untuk pembelaan.
(2) Tiada seorang juapun boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhkan hukuman, kecuali karena suatu aturan hukum yang sudah ada dan berlaku terhadapnya.
(3) Apabila ada perubahan dalam aturan hukum seperti tersebut dalam ayat diatas, maka dipakailah ketentuan yang lebih baik bagi si tersangka.
(2) Tiada seorang juapun boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhkan hukuman, kecuali karena suatu aturan hukum yang sudah ada dan berlaku terhadapnya.
(3) Apabila ada perubahan dalam aturan hukum seperti tersebut dalam ayat diatas, maka dipakailah ketentuan yang lebih baik bagi si tersangka.
Pasal
15
(1) Tiada suatu pelanggaran
kejahatanpun boleh diancamkan hukuman berupa rampasan semua barang kepunyaan
yang bersalah.
(2) Tidak suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewargaan.
(2) Tidak suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewargaan.
Pasal
16
(1) Tempat kediaman siapapun tidak
boleh diganggu-gugat.
(2) Menginyak suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya dibolehkan dalam hal-hal yang ditetapkan dalam suatu aturan hukum yang berlaku baginya.
(2) Menginyak suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya dibolehkan dalam hal-hal yang ditetapkan dalam suatu aturan hukum yang berlaku baginya.
Pasal
17
Kemerdekaan dan rahasia dalam
perhubungan surat-menyurat tidak boleh diganggu-gugat, selainnya daripada atas
perintah hakim atau kekuasaan lain yang telah disahkan untuk itu menurut
peraturan-peraturan undang-undang dalam hal-hal yang diterangkan dalam
peraturan itu.
Pasal
18
Setiap orang berhak atas kebebasan
pikiran keinsyafan batin dan agama; hak ini meliputi pula kebebasan bertukar
agama atau keyakinan, begitu pula kebebasan menganut agamanya atau
keyakinannya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di muka
umum maupun dalam lingkungannya sendiri dengan jalan mengajarkan, mengamalkan,
beribadat, mentaati perintah dan aturan-aturan agama, serta dengan jalan
mendidik anak-anak dalam iman dan keyakinan orang tua mereka.
Pasal
19
Setiap orang berhak atas kebebasan
mempunyai dan mengeluarkan pendapat.
Pasal
20
Hak penduduk atas kebebasan
berkumpul dan berapat secara damai diakui dan sekadar perlu dijamin dalam
peraturan-peraturan undang-undang.
Pasal
21
(1) Setiap orang berhak dengan bebas
memajukan pengaduan kepada penguasa, baik dengan lisan ataupun dengan tertulis.
(2) Setiap orang berhak memajukan permohonan kepada penguasa yang sah.
(2) Setiap orang berhak memajukan permohonan kepada penguasa yang sah.
Pasal
22
(1) Setiap warga-negara berhak turut
serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil-wakil
yang dipilih dengan bebas menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang.
(2) Setiap warga-negara dapat diangkat dalam tiap-tiap jabatan pemerintah.
Orang asing boleh diangkat dalam jabatan-jabatan pemerintah menurut aturan-aturan yang ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Setiap warga-negara dapat diangkat dalam tiap-tiap jabatan pemerintah.
Orang asing boleh diangkat dalam jabatan-jabatan pemerintah menurut aturan-aturan yang ditetapkan oleh undang-undang.
Pasal
23
Setiap warga-negara berhak dan
berkewajiban turut serta dengan sungguh dalam pertahanan kebangsaan.
Pasal
24
(1) Penguasa tidak akan mengikatkan
keuntungan atau kerugian kepada termasuknya warga-negara dalam sesuatu golongan
rakyat.
(2) Perbedaan dalam kebutuhan masjarakat dan kebutuhan hukum golongan rakyat akan diperhatikan.
(2) Perbedaan dalam kebutuhan masjarakat dan kebutuhan hukum golongan rakyat akan diperhatikan.
Pasal
25
(1) Setiap orang berhak mempunyai
milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
(2) Seorangpun tidak boleh dirampas miliknya dengan semena-mena.
(2) Seorangpun tidak boleh dirampas miliknya dengan semena-mena.
Pasal
26
(1) Pencabutan hak (onteigening)
untuk kepentingan umum atas sesuatu benda atau hak tidak dibolehkan, kecuali
dengan mengganti kerugian dan menurut aturan-aturan undang-undang.
(2) Apabila sesuatu benda harus dibinasakan untuk kepentingan umum, ataupun baik untuk selama-lamanya maupun untuk beberapa lama, harus dirusakkan sampai tak terpakai lagi, oleh kekuasaan umum, maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian dan menurut aturan-aturan undang-undang, kecuali jika ditentukan yang sebaliknya oleh aturan-aturan itu.
(2) Apabila sesuatu benda harus dibinasakan untuk kepentingan umum, ataupun baik untuk selama-lamanya maupun untuk beberapa lama, harus dirusakkan sampai tak terpakai lagi, oleh kekuasaan umum, maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian dan menurut aturan-aturan undang-undang, kecuali jika ditentukan yang sebaliknya oleh aturan-aturan itu.
Pasal
27
(1) Setiap warga-negara, dengan
menurut syarat-syarat kesanggupan, berhak atas pekerjaan yang ada.
Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan dan berhak pula atas syarat-syarat perburuhan yang adil.
(2) Setiap orang yang melakukan pekerjaan dalam hal-hal yang sama, berhak atas pengupahan adil yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia.
Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan dan berhak pula atas syarat-syarat perburuhan yang adil.
(2) Setiap orang yang melakukan pekerjaan dalam hal-hal yang sama, berhak atas pengupahan adil yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia.
Pasal
28
Setiap orang berhak mendirikan
serikat-sekerja dan masuk ke dalamnya untuk memperlindungi kepentingannya.
Pasal
29
(1) Mengajar adalah bebas, dengan
tidak mengurangi pengawasan penguasa yang dilakukan terhadap itu menurut
peraturan-peraturan undang-undang.
(2) Memilih pengajaran yang akan diikuti, adalah bebas.
(2) Memilih pengajaran yang akan diikuti, adalah bebas.
Pasal
30
Kebebasan melakukan pekerjaan sosial
dan amal, mendirikan organisasi-organisasi untuk itu, dan juga untuk pengajaran
partikulir, dan mencari dan mempunyai harta untuk maksud-maksud itu, diakui.
Pasal
31
Setiap orang yang ada di daerah
Negara harus patuh kepada undang-undang, termasuk aturan-aturan hukum yang tak
tertulis, dan kepada penguasa-penguasa yang sah dan yang bertindak sah.
Pasal
32
(1) Peraturan-aturan undang-undang
tentang melakukan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diterangkan dalam bagian
ini, jika perlu, akan menetapkan batas-batas hak-hak dan kebebasan-kebebasan
itu, akan tetapi hanyalah semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan
yang tak boleh tiada terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain, dan
untuk memenuhi syarat-syarat yang adil untuk ketenteraman kesusilaan dan
kesejahteraan umum dalam suatu persekutuan yang demokrasi.
(2) Jika perlu, undang-undang federal menentukan pedoman dalam hal itu bagi undang-undang daerah-daerah bagian.
(2) Jika perlu, undang-undang federal menentukan pedoman dalam hal itu bagi undang-undang daerah-daerah bagian.
Pasal
33
Tiada suatu ketentuanpun dalam
bagian ini boleh ditafsirkan dengan pengertian, sehingga sesuatu penguasa,
golongan atau orang dapat memetik hak daripadanya untuk mengusahakan sesuatu
apa atau melakukan perbuatan berupa apapun yang bermaksud menghapuskan sesuatu
hak atau kebebasan yang diterangkan dalamnya.
Bagian
6
Asas-Asas
Dasar
Pasal
34
Kemauan Rakyat adalah dasar
kekuasaan penguasa; kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur
dan yang dilakukan menurut hak-pilih yang sedapat mungkin bersifat umum dan
berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara
yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara.
Pasal
35
Penguasa sesanggupnya memajukan
kepastian dan jaminan sosial, teristimewa pemastian dan penjaminan
syarat-syarat perburuhan dan keadaan-keadaan perburuhan yang baik, pencegahan
dan pemberantasan pengangguran serta penyelenggaraan persediaan untuk hari-tua
dan pemeliharaan janda-janda dan anak-anak yatim-piatu.
Pasal
36
(1) Meninggikan kemakmuran rakyat
adalah suatu hal yang terus-menerus diselenggarakan oleh penguasa, dengan
kewajibannya senantiasa menjamin bagi setiap orang derajat hidup yang sesuai
dengan martabat manusia untuk dirinya serta keluarganya.
(2) Dengan tidak mengurangi pembatasan yang ditentukan untuk kepentingan umum dengan peraturan-aturan undang-undang, maka kepada sekalian orang diberikan kesempatan menurut sifat, bakat dan kecakapan masing-masing untuk turut serta dalam perkembangan sumber-sumber kemakmuran negeri.
(2) Dengan tidak mengurangi pembatasan yang ditentukan untuk kepentingan umum dengan peraturan-aturan undang-undang, maka kepada sekalian orang diberikan kesempatan menurut sifat, bakat dan kecakapan masing-masing untuk turut serta dalam perkembangan sumber-sumber kemakmuran negeri.
Pasal
37
Keluarga berhak atas perlindungan
oleh masyarakat dan Negara.
Pasal
38
Penguasa melindungi kebebasan
mengusahakan kebudayaan serta kesenian dan ilmu-pengetahuan. Dengan menjunjung
asas ini maka penguasa memajukan sekuat tenaganya perkembangan kebangsaan dalam
kebudayaan serta kesenian dan ilmu-pengetahuan.
Pasal
39
(1) Penguasa wajib memajukan
sedapat-dapatnya perkembangan rakyat baik rohani maupun jasmani, dan dalam hal
ini teristimewa berusaha selekas-lekasnya menghapuskan buta-huruf.
(2) Dimana perlu, penguasa memenuhi kebutuhan akan pengajaran umum yang diberikan atas dasar memperdalam keinsyafan kebangsaan, mempererat persatuan Indonesia, membangun dan memperdalam perasaan peri-kemanusiaan, kesabaran dan penghormatan yang sama terhadap keyakinan agama setiap orang dengan memberikan kesempatan dalam jam pelajaran untuk mengajarkan pelajaran agama sesuai dengan keinginan orang-tua murid-murid.
(3) Murid-murid sekolah partikulir memenuhi syarat-syarat kebaikan-kebaikan menurut undang-undang bagi pengajaran umum, haknya sama dengan hak murid-murid sekolah umum.
(4) Terhadap pengajaran rendah, maka penguasa berusaha melaksanakan dengan lekas kewajiban belajar yang umum.
(2) Dimana perlu, penguasa memenuhi kebutuhan akan pengajaran umum yang diberikan atas dasar memperdalam keinsyafan kebangsaan, mempererat persatuan Indonesia, membangun dan memperdalam perasaan peri-kemanusiaan, kesabaran dan penghormatan yang sama terhadap keyakinan agama setiap orang dengan memberikan kesempatan dalam jam pelajaran untuk mengajarkan pelajaran agama sesuai dengan keinginan orang-tua murid-murid.
(3) Murid-murid sekolah partikulir memenuhi syarat-syarat kebaikan-kebaikan menurut undang-undang bagi pengajaran umum, haknya sama dengan hak murid-murid sekolah umum.
(4) Terhadap pengajaran rendah, maka penguasa berusaha melaksanakan dengan lekas kewajiban belajar yang umum.
Pasal
40
Penguasa senantiasa berusaha dengan
sungguh-sungguh memajukan kebersihan umum dan kesehatan rakyat.
Pasal
41
(1) Penguasa memberi perlindungan
yang sama kepada segala perkumpulan dan persekutuan agama yang diakui.
(2) Penguasa mengawasi supaya segala persekutuan dan perkumpulan agama patuh-taat kepada undang-undang, termasuk aturan-aturan hukum yang tak tertulis.
(2) Penguasa mengawasi supaya segala persekutuan dan perkumpulan agama patuh-taat kepada undang-undang, termasuk aturan-aturan hukum yang tak tertulis.
BAB
II
REPUBLIK
INDONESIA SERIKAT DAN DAERAH-DAERAH BAGIAN
Bagian
1
Daerah-daerah
Bagian
Babakan
1
Ketentuan
Umum
Pasal
42
Sambil menunggu penyelesaian susunan Republik Indonesia Serikat sebagai federasi antara negara-negara bagian yang saling sama-martabat dan saling sama-hak, maka daerah-daerah bagian yang tersebut dalam pasal 2 adalah saling sama-hak.
Sambil menunggu penyelesaian susunan Republik Indonesia Serikat sebagai federasi antara negara-negara bagian yang saling sama-martabat dan saling sama-hak, maka daerah-daerah bagian yang tersebut dalam pasal 2 adalah saling sama-hak.
Pasal
43
Dalam penyelesaian susunan federasi
Republik Indonesia Serikat maka berlakulah asas-pedoman, bahwa kehendak
Rakyatlah di daerah-daerah bersangkutan yang dinyatakan dengan merdeka menurut jalan
demokrasi, memutuskan status yang kesudahannya akan diduduki oleh daerah-daerah
tersebut dalam federasi.
Pasal
44
Perubahan daerah sesuatu daerah
bagian, begitu pula masuk ke dalam atau menggabungkan diri kepada suatu daerah
bagian yang telah ada, hanya boleh dilakukan oleh sesuatu daerah – sungguhpun
sendiri bukan daerah bagian – menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan
undang-undang federal, dengan menjunjung asas seperti tersebut dalam pasal 43,
dan sekadar hal itu mengenai masuk atau menggabungkan diri, dengan persetujuan
daerah bagian yang bersangkutan.
Pasal
45
Tataan dan cara menjalankan
pemerintahan daerah-daerah bagian haruslah menurut cara demokrasi, sesuai
dengan asas-asas yang termaktub dalam Konstitusi ini.
Babakan
2
Negara-negara
Pasal
46
(1) Negara-negara yang baru dibentuk membutuhkan pengakuan undang-undang federal.
(2) Undang-undang federal tidak memberikan status negara kepada daerah-daerah yang dipandang tidak akan sanggup melaksanakan dan memenuhi hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan kewajiban-kewajiban suatu negara.
(1) Negara-negara yang baru dibentuk membutuhkan pengakuan undang-undang federal.
(2) Undang-undang federal tidak memberikan status negara kepada daerah-daerah yang dipandang tidak akan sanggup melaksanakan dan memenuhi hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan kewajiban-kewajiban suatu negara.
Pasal
47
Peraturan-aturan ketatanegaraan
negara-negara haruslah menjamin hak atas kehidupan-rakyat sendiri kepada
pelbagai persekutuan-rakyat di dalam lingkungan daerah mereka itu dan harus
pula mengadakan kemungkinan untuk mewujudkan hal itu secara kenegaraan dengan
aturan-aturan tentang penyusunan persekutuan itu secara demokrasi dalam
daerah-daerah otonomi.
Pasal
48
(1) Peraturan-aturan ketatanegaraan
negara-negara tidak akan memuat ketentuan yang seluruhnya atau sebagian
berlawanan dengan Konstitusi ini.
(2) Peraturan-peraturan ketatanegaraan tersebut atau perubahan-perubahan dalamnya baru mulai berlaku sesudah ditimbang oleh Pemerintah federal.
Untuk maksud itu maka peraturan-peraturan tersebut sesudah selesai dibuat, dengan selekas-lekasnya dikirimkan oleh Pemerintah negara kepada Pemerintah federal.
(3) Sekiranya menurut timbangan Pemerintah federal ada sesuatu yang berlawanan sebagai dimaksud dalam ayat 1, maka dalam dua bulan sesudah menerima surat2 itu Pemerintah federal menyampaikan hal itu kepada Pemerintah negara dan mengundangnya supaya bertindak membuat perubahan.
(4) Apabila Pemerintah negara tetap melalaikan menurut petunjuk-petunjuk yang dimaksud dalam ayat di atas seluruh atau sebagiannya, ataupun apabila Pemerintah negara berpendapat bahwa pentunjuk-petunjuk itu tak tepat diberikan, maka baik Pemerintah federal maupun Pemerintah negara boleh meminta keputusan tentang itu kepada Mahkamah Agung Indonesia dan keputusan ini bersifat mengikat.
(5) Apabila Pemerintah federal memberitahukan kepada Pemerintah negara dalam waktu yang tersebut dalam ayat (3), bahwa peraturan ketatanegaraan atau perubahan dalamnya yang dipertimbangkan kepadanya mendapat persetujuannya, ataupun dalam waktu tersebut tidak memaklumkan timbangan apa-apa, maka peraturan ketatanegaraan itu dipandang telah mendapat pengakuan Pemerintah federal sebagai peraturan ketatanegaraan negara itu yang sah, ataupun perubahan tersebut dianggap telah diakuinya sebagai termasuk dalam peraturan ketatanegaraan Negara itu yang sah dan dalam hal demikian maka peraturan ketatanegaraan itu lalu dijaminnya; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditentukan dalam Bab IV, Bagian III.
(2) Peraturan-peraturan ketatanegaraan tersebut atau perubahan-perubahan dalamnya baru mulai berlaku sesudah ditimbang oleh Pemerintah federal.
Untuk maksud itu maka peraturan-peraturan tersebut sesudah selesai dibuat, dengan selekas-lekasnya dikirimkan oleh Pemerintah negara kepada Pemerintah federal.
(3) Sekiranya menurut timbangan Pemerintah federal ada sesuatu yang berlawanan sebagai dimaksud dalam ayat 1, maka dalam dua bulan sesudah menerima surat2 itu Pemerintah federal menyampaikan hal itu kepada Pemerintah negara dan mengundangnya supaya bertindak membuat perubahan.
(4) Apabila Pemerintah negara tetap melalaikan menurut petunjuk-petunjuk yang dimaksud dalam ayat di atas seluruh atau sebagiannya, ataupun apabila Pemerintah negara berpendapat bahwa pentunjuk-petunjuk itu tak tepat diberikan, maka baik Pemerintah federal maupun Pemerintah negara boleh meminta keputusan tentang itu kepada Mahkamah Agung Indonesia dan keputusan ini bersifat mengikat.
(5) Apabila Pemerintah federal memberitahukan kepada Pemerintah negara dalam waktu yang tersebut dalam ayat (3), bahwa peraturan ketatanegaraan atau perubahan dalamnya yang dipertimbangkan kepadanya mendapat persetujuannya, ataupun dalam waktu tersebut tidak memaklumkan timbangan apa-apa, maka peraturan ketatanegaraan itu dipandang telah mendapat pengakuan Pemerintah federal sebagai peraturan ketatanegaraan negara itu yang sah, ataupun perubahan tersebut dianggap telah diakuinya sebagai termasuk dalam peraturan ketatanegaraan Negara itu yang sah dan dalam hal demikian maka peraturan ketatanegaraan itu lalu dijaminnya; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditentukan dalam Bab IV, Bagian III.
Babakan
3
Satuan-satuan
Kenegaraan yang Tegak Sendiri yang Bukan Negara.
Pasal
49
Kedudukan dalam federasi bagi
satuan2 kenegaraan yang tegak sendiri dan yang bukan berstatus negara, diatur
dengan undang-undang federal.
Babakan
4
Daerah-daerah
yang Bukan Daerah Bagian dan Distrik Federal Jakarta.
Pasal
50
(1) Pemerintahan atas daerah-daerah
yang diluar lingkungan daerah sesuatu daerah bagian, dan atas distrik federal
Jakarta dilakukan oleh alat2-perlengkapan Republik Indonesia Serikat menurut
aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) Daerah-daerah bagian yang masuk
bilangan untuk itu, boleh disertakan dalam pemerintahan itu dengan persetujuan
pemerintahnya.
Bagian
2
Pembagian
Penyelenggaraan-Pemerintahan Antara Republik Indonesia Serikat dengan
Daerah-daerah Bagian
Babakan
1
Pembagian
penyelenggaraan-pemerintahan.
Pasal
51
(1) Penyelenggaraan-pemerintahan tentang pokok-pokok yang terdaftar dalam lampiran Konstitusi ini dibebankan semata-mata kepada Republik Indonesia Serikat.
(2) Daftar lampiran penyelenggaraan-pemerintahan yang tersebut dalam ayat 1 diubah, baik atas permintaan daerah-daerah bagian bersama-sama ataupun atas inisiatif Pemerintah federal sesudah mendapat persesuaian dengan daerah-daerah bagian bersama-sama, menurut acara yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
(3) Perundang-undangan federal selanjutnya akan mengambil segala tindakan yang perlu untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan yang dibebankan kepada federasi dengan semestinya.
(4) Segala penyelenggaraan pemerintahan yang tidak masuk dalam penetapan pada ayat-ayat di atas adalah kekuasaan daerah-daerah bagian semata-mata.
(1) Penyelenggaraan-pemerintahan tentang pokok-pokok yang terdaftar dalam lampiran Konstitusi ini dibebankan semata-mata kepada Republik Indonesia Serikat.
(2) Daftar lampiran penyelenggaraan-pemerintahan yang tersebut dalam ayat 1 diubah, baik atas permintaan daerah-daerah bagian bersama-sama ataupun atas inisiatif Pemerintah federal sesudah mendapat persesuaian dengan daerah-daerah bagian bersama-sama, menurut acara yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
(3) Perundang-undangan federal selanjutnya akan mengambil segala tindakan yang perlu untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan yang dibebankan kepada federasi dengan semestinya.
(4) Segala penyelenggaraan pemerintahan yang tidak masuk dalam penetapan pada ayat-ayat di atas adalah kekuasaan daerah-daerah bagian semata-mata.
Pasal
52
(1) Daerah bagian berhak mendapat
bagian yang sebesar-besarnya dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan
federal oleh perlengkapan daerah bagian itu sendiri. Untuk itu maka Republik
Indonesia Serikat sedapat-dapatnya meminta bantuan daerah-daerah bagian.
(2) Apabila Republik Indonesia Serikat menuntut bantuan daerah bagian untuk melaksanakan peraturan-peraturan federal, maka daerah bagian wajib memberikan bantuan itu.
(3) Daerah-daerah bagian melaksanakan pemerintahan ikut serta yang ditetapkan dalam pasal ini sesuai dengan pendapat lebih tinggi alat-alat perlengkapan federal yang bersangkutan.
(2) Apabila Republik Indonesia Serikat menuntut bantuan daerah bagian untuk melaksanakan peraturan-peraturan federal, maka daerah bagian wajib memberikan bantuan itu.
(3) Daerah-daerah bagian melaksanakan pemerintahan ikut serta yang ditetapkan dalam pasal ini sesuai dengan pendapat lebih tinggi alat-alat perlengkapan federal yang bersangkutan.
Pasal
53
Dalam menyelenggarakan
tugas-pemerintahannya daerah-daerah bagian dapat bekerja bersama menurut
aturan-aturan umum yang ditetapkan undang-undang federal; aturan-aturan itu
menentukan pula campur tangan Republik Indonesia Serikat yang boleh jadi
dilakukan dalam hal itu.
Pasal
54
(1) Penyelenggaraan seluruh atau
sebagian tugas-pemerintahan suatu daerah bagian oleh Republik Indonesia Serikat
atau dengan kerjasama antara alat-alat perlengkapan Republik Indonesia Serikat
dan alat-alat perlengkapan daerah bagian yang bersangkutan, hanyalah dapat
dilaksanakan atas permintaan daerah bagian yang bersangkutan itu. Bantuan
Republik Indonesia Serikat itu sedapat mungkin terbatas pada tugas pemerintahan
yang melampaui tenaga daerah bagian itu.
(2) Untuk memulai dan
menyelenggarakan tugas pemerintahan sesuatu daerah bagian dengan tiada
permintaan yang bermaksud demikian, Republik Indonesia Serikat hanya berkuasa
dalam hal-hal yang akan ditentukan oleh Pemerintah federal dengan persesuaian
Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, yakni apabila daerah bagian itu sangat
melalaikan tugasnya, dan menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan
undang-undang federal.
Babakan
2
Perhubungan
Keuangan
Pasal
55
(1) Undang-undang federal menentukan pendapatan-pendapatan yang, sebagai pendapatan federasi sendiri, masuk perbendaharaan Republik Indonesia Serikat; sekalian pendapatan yang lain, sekadar menurut hukum tidak menjadi bagian persekutuan hukum bawahan, masuk semata-mata untuk kegunaan perbendaharaan daerah bagian, sebagai pendapatan sendiri bagi daerah-daerah itu.
(2) Pada pembagian pendapatan-pendapatan yang dimaksud ayat di atas diusahakan mencapai perimbangan, sehingga baik Republik Indonesia Serikat maupun daerah-daerah bagian berdaya membayar segala pembayaran yang bersangkutan dengan penyelenggaraan pemerintahannya, dari pendapatan-pendapatan sendiri.
(3) Dengan tidak mengurangi dasar seperti tersebut dalam ayat yang lalu maka pembagian pendapatan-pendapatan seboleh-bolehnya disesuaikan dengan pembagian penyelenggaraan-pemerintahan seperti ditentukan dalam babakan di atas.
(4) Oleh undang-undang federal dapat ditentukan bahwa atas pajak-pajak daerah-daerah bagian dipungut opcenten untuk keperluan federasi.
(1) Undang-undang federal menentukan pendapatan-pendapatan yang, sebagai pendapatan federasi sendiri, masuk perbendaharaan Republik Indonesia Serikat; sekalian pendapatan yang lain, sekadar menurut hukum tidak menjadi bagian persekutuan hukum bawahan, masuk semata-mata untuk kegunaan perbendaharaan daerah bagian, sebagai pendapatan sendiri bagi daerah-daerah itu.
(2) Pada pembagian pendapatan-pendapatan yang dimaksud ayat di atas diusahakan mencapai perimbangan, sehingga baik Republik Indonesia Serikat maupun daerah-daerah bagian berdaya membayar segala pembayaran yang bersangkutan dengan penyelenggaraan pemerintahannya, dari pendapatan-pendapatan sendiri.
(3) Dengan tidak mengurangi dasar seperti tersebut dalam ayat yang lalu maka pembagian pendapatan-pendapatan seboleh-bolehnya disesuaikan dengan pembagian penyelenggaraan-pemerintahan seperti ditentukan dalam babakan di atas.
(4) Oleh undang-undang federal dapat ditentukan bahwa atas pajak-pajak daerah-daerah bagian dipungut opcenten untuk keperluan federasi.
Pasal
56
(1) Menurut aturan-aturan yang
ditetapkan dengan undang-undang federal kekurangan uang pada dinas biasa dalam
anggaran daerah-daerah bagian ditutup dengan bantuan biaya dari kas
perbendaharaan Republik Indonesia Serikat.
(2) Kekurangan uang pada dinas luar biasa boleh ditutup dengan bantuan biaya yang sedemikian.
(2) Kekurangan uang pada dinas luar biasa boleh ditutup dengan bantuan biaya yang sedemikian.
Pasal
57
(1) Pinjaman uang di luar negeri
dilaksanakan hanya semata-mata oleh Republik Indonesia Serikat.
(2) Atas permintaan daerah bagian, Republik Indonesia Serikat boleh melaksanakan pinjaman uang di luar negeri untuk keperluan daerah bagian itu.
(3) Untuk melaksanakan pinjaman uang dalam negeri, daerah-daerah bagian membutuhkan pensahan lebih dahulu dari Republik Indonesia Serikat.
(2) Atas permintaan daerah bagian, Republik Indonesia Serikat boleh melaksanakan pinjaman uang di luar negeri untuk keperluan daerah bagian itu.
(3) Untuk melaksanakan pinjaman uang dalam negeri, daerah-daerah bagian membutuhkan pensahan lebih dahulu dari Republik Indonesia Serikat.
Pasal
58
(1) Anggaran daerah-daerah bagian
yang kekurangannya ditutup dengan memberatkan kas-perbendaharaan federal atau
dengan jalan pinjaman, membutuhkan pensahan pemerintah federal.
(2) Dalam hal-hal yang ditunjuk oleh undang-undang federal dan menurut aturan-aturan undang-undang itu, pensahan yang dimaksud dalam ayat tadi dapat disangkutkan kepada mengadakan perubahan2 dalam anggaran yang bersangkutan itu menurut petunjuk-petunjuk yang dianggap perlu oleh pemerintah federal sepakat dengan Senat.
(2) Dalam hal-hal yang ditunjuk oleh undang-undang federal dan menurut aturan-aturan undang-undang itu, pensahan yang dimaksud dalam ayat tadi dapat disangkutkan kepada mengadakan perubahan2 dalam anggaran yang bersangkutan itu menurut petunjuk-petunjuk yang dianggap perlu oleh pemerintah federal sepakat dengan Senat.
Pasal
59
(1) Anggaran faedah-faedah bagian
selain dari pada yang tersebut dalam pasal 58 tidaklah dicampuri oleh Republik
Indonesia Serikat.
(2) Akan tetapi jikalau ternyata kekacauan dalam kebijaksanaan keuangan maka Pemerintah federal sepakat dengan Senat boleh menghendaki supaya daerah bagian yang bersangkutan mengadakan perubahan tertentu dalam anggarannya.
(3) Undang-undang federal menetapkan apa yang dimaksud dengan perkataan kekacauan dalam kebijaksanaan keuangan, dan membuat aturan-aturan untuk melaksanakan kekuasaan seperti tersebut dalam ayat di atas, serta mengatur akibatnya berhubungan dengan pertangguhan yang mungkin terjadi dalam melaksanakan bagianbagian yang bersangkutan dalam anggaran itu.
(2) Akan tetapi jikalau ternyata kekacauan dalam kebijaksanaan keuangan maka Pemerintah federal sepakat dengan Senat boleh menghendaki supaya daerah bagian yang bersangkutan mengadakan perubahan tertentu dalam anggarannya.
(3) Undang-undang federal menetapkan apa yang dimaksud dengan perkataan kekacauan dalam kebijaksanaan keuangan, dan membuat aturan-aturan untuk melaksanakan kekuasaan seperti tersebut dalam ayat di atas, serta mengatur akibatnya berhubungan dengan pertangguhan yang mungkin terjadi dalam melaksanakan bagianbagian yang bersangkutan dalam anggaran itu.
Pasal
60
(1) Apa yang ditetapkan dalam pasal
56 sampai dengan pasal 59 tidak boleh dilaksanakan secara apapun, sehingga oleh
karena itu terjadi peristiwa perubahan dalam pembagian penyelenggaraan
pemerintahan dan dalam perhubungan keuangan antara Republik Indonesia Serikat
dan daerah-daerah bagian seperti diterangkan dalam bagian ini.
(2) Teristimewa tidaklah akan dihubungkan syarat-syarat yang menuju ke arah itu kepada pemberian bantuan oleh Republik Indonesia Serikat kepada daerah-daerah bagian, dan juga tidak kepada pensahan pinjaman uang atau kepada pensahan anggaran.
(2) Teristimewa tidaklah akan dihubungkan syarat-syarat yang menuju ke arah itu kepada pemberian bantuan oleh Republik Indonesia Serikat kepada daerah-daerah bagian, dan juga tidak kepada pensahan pinjaman uang atau kepada pensahan anggaran.
Pasal
61
Undang-undang federal yang
selanjutnya memuat aturan-aturan tentang perhubungan keuangan antara Republik
Indonesia Serikat dengan daerah-daerah bagian, dimana mungkin akan menentukan
lagi jaminan-jaminan lain, sehingga Republik Indonesia Serikat dan
daerah-daerah bagian saling menjunjung tinggi sepenuh-penuhnya segala hak dan
kekuasaannya.
Babakan
3
Hak-hak
dan Kewajiban-kewajiban
Pasal
62
Segala milik harta-benda, piutang dan hak-hak lain yang diterima dari Indonesia pada pemulihan kedaulatan menjadilah hak-milik Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah bagian, iaitu sekadar bergantung kepada penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi beban Republik Indonesia Serikat ataupun beban daerah-daerah bagian.
Segala milik harta-benda, piutang dan hak-hak lain yang diterima dari Indonesia pada pemulihan kedaulatan menjadilah hak-milik Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah bagian, iaitu sekadar bergantung kepada penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi beban Republik Indonesia Serikat ataupun beban daerah-daerah bagian.
Pasal
63
Segala kewajiban yang diterima dari
Indonesia pada pemulihan kedaulatan adalah kewajiban Republik Indonesia
Serikat.
Bagian
3
Daerah-daerah
Swapraja.
Pasal
64
Daerah-daerah swapraja yang sudah ada, diakui.
Daerah-daerah swapraja yang sudah ada, diakui.
Pasal
65
Mengatur kedudukan daerah-daerah
swapraja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah-daerah bagian yang bersangkutan
dengan pengertian, bahwa mengatur itu dilakukan dengan kontrak yang diadakan
antara daerah bagian dan daerah-daerah swapraja bersangkutan dan bahwa dalam
kontrak itu kedudukan istimewa swapraja akan diperhatikan dan bahwa tiada
suatupun dari daerah-daerah swapraja yang sudah ada, dapat dihapuskan atau
diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan
sesudah undang-undang federal yang menyatakan, bahwa kepentingan umum menuntut
penghapusan atau pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada pemerintah
daerah bagian bersangkutan.
Pasal
66
Sambil menunggu peraturan-peraturan
sebagai dimaksud dalam pasal yang lalu dibuat, maka peraturan-aturan yang sudah
ada tetap berlaku, dengan pengertian bahwa penjabat-pejabat Indonesia dahulu
yang tersebut dalamnya diganti dengan penjabat-pejabat yang demikian pada
daerah bagian bersangkutan.
Pasal
67
Perselisihan-perselisihan antara
daerah-daerah bagian dan daerah-daerah swapraja bersangkutan tentang
peraturan-peraturan sebagai dimaksud dalam pasal 65 dan tentang menjalankannya,
diputuskan oleh Mahkamah Agung Indonesia baik pada tingkat yang pertama dan
yang tertinggi juga, ataupun pada tingkat apel.
BAB
III
PERLENGKAPAN
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Ketentuan
Umum
Alat-alat perlengkapan federal
Republik Indonesia Serikat ialah:
a. Presiden;
b. Menteri-menteri;
c. Senat;
d. Dewan Perwakilan Rakyat;
e. Mahkamah Agung Indonesia;
f. Dewan Pengawas Keuangan.
b. Menteri-menteri;
c. Senat;
d. Dewan Perwakilan Rakyat;
e. Mahkamah Agung Indonesia;
f. Dewan Pengawas Keuangan.
Bagian
1
Pemerintah
Pasal
68
(1) Presiden dan Menteri-menteri
bersama-sama merupakan Pemerintah.
(2) Dimana-mana dalam Konstitusi ini disebut Pemerintah, maka yang dimaksud ialah Presiden dengan seorang atau beberapa atau para menteri, yakni menurut tanggung-jawab khusus atau tanggung-jawab umum mereka itu.
(3) Pemerintah berkedudukan di ibu kota Jakarta, kecuali jika dalam hal darurat Pemerintah menentukan tempat yang lain.
(2) Dimana-mana dalam Konstitusi ini disebut Pemerintah, maka yang dimaksud ialah Presiden dengan seorang atau beberapa atau para menteri, yakni menurut tanggung-jawab khusus atau tanggung-jawab umum mereka itu.
(3) Pemerintah berkedudukan di ibu kota Jakarta, kecuali jika dalam hal darurat Pemerintah menentukan tempat yang lain.
Pasal
69
(1) Presiden ialah Kepala Negara.
(2) Beliau dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian yang tersebut dalam pasal 2.
Dalam memilih Presiden, orang-orang yang dikuasakan itu berusaha mencapai kata-sepakat.
(3) Presiden harus orang Indonesia yang telah berusia 30 tahun; Beliau tidak boleh orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak-pilih ataupun orang yang telah dicabut haknya untuk dipilih.
(2) Beliau dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian yang tersebut dalam pasal 2.
Dalam memilih Presiden, orang-orang yang dikuasakan itu berusaha mencapai kata-sepakat.
(3) Presiden harus orang Indonesia yang telah berusia 30 tahun; Beliau tidak boleh orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak-pilih ataupun orang yang telah dicabut haknya untuk dipilih.
Pasal
70
Presiden berkedudukan
ditempat-kedudukan Pemerintah.
Pasal
71
Presiden sebelum memangku jabatan,
mengangkat sumpah (keterangan dan janji) menurut cara agamanya dihadapan
orang-orang yang dikuasakan oleh daerah-daerah bagian sebagai tersebut dalam
pasal 69 dan yang untuk itu bersidang dalam rapat umum, sebagai berikut:
“Saya bersumpah (menerangkan) bahwa
saya, untuk dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat, langsung
ataupun tak langsung, dengan nama atau dengan dalih apapun, tiada memberikan
atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa
saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini, tiada
sekali-kali akan menerima dari siapapun juga, langsung ataupun tak langsung,
sesuatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya
sekuat tenaga akan memajukan kesejahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa
saya akan melindungi dan mempertahankan kebebasan-kebebasan dan hak-hak umum
dan khusus sekalian penghuni Negara.
Saya bersumpah (berjanji) setia
kepada Konstitusi dan lagi bahwa saya akan memelihara dan menyuruh memelihara
segala peraturan yang berlaku bagi Republik Indonesia Serikat, bahwa saya akan
mengabdi dengan setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara dan bahwa saya dengan
setia akan memenuhi segala kewajiban yang ditanggungkan kepada saya oleh
jabatan Presiden Republik Indonesia Serikat, sebagai sepantasnya bagi kepala negara
yang baik.”
Pasal
72
(1) Jika perlu karena Presiden
berhalangan, maka Beliau memerintahkan Perdana Menteri menjalankan pekerjaan
jabatannya sehari-hari.
(2) Undang-undang federal mengatur pemilihan Presiden baru untuk hal, apabila Presiden tetap berhalangan, berpulang atau meletakkan jabatannya.
(2) Undang-undang federal mengatur pemilihan Presiden baru untuk hal, apabila Presiden tetap berhalangan, berpulang atau meletakkan jabatannya.
Pasal
73
Yang dapat diangkat menjadi Menteri
ialah orang yang telah berusia 25 tahun dan yang bukan orang yang tidak
diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak-pilih ataupun orang yang telah
dicabut haknya untuk dipilih.
Pasal
74
(1) Presiden sepakat dengan
orang-orang yang dikuasakan oleh daerah-daerah bagian sebagai tersebut dalam
pasal 69, menunjuk tiga pembentuk Kabinet.
(2) Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk Kabinet itu, Presiden mengangkat seorang daripadanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri-menteri yang lain.
(3) Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk itu juga, Presiden menetapkan siapa-siapa dari Menteri-menteri itu diwajibkan memimpin departemen masing-masing.
Boleh pula diangkat Menteri-menteri yang tidak memangku sesuatu departemen.
(4) Keputusan-keputusan Presiden yang memuat pengangkatan yang diterangkan dalam ayat 2 dan 3 pasal ini serta ditandatangani oleh ketiga pembentuk Kabinet.
(5) Pengangkatan atau penghentian antara-waktu Menteri-menteri dilakukan dengan keputusan Pemerintah.
(2) Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk Kabinet itu, Presiden mengangkat seorang daripadanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri-menteri yang lain.
(3) Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk itu juga, Presiden menetapkan siapa-siapa dari Menteri-menteri itu diwajibkan memimpin departemen masing-masing.
Boleh pula diangkat Menteri-menteri yang tidak memangku sesuatu departemen.
(4) Keputusan-keputusan Presiden yang memuat pengangkatan yang diterangkan dalam ayat 2 dan 3 pasal ini serta ditandatangani oleh ketiga pembentuk Kabinet.
(5) Pengangkatan atau penghentian antara-waktu Menteri-menteri dilakukan dengan keputusan Pemerintah.
Pasal
75
(1) Menteri-menteri yang diwajibkan
memimpin Departemen Pertahanan, Urusan Luar-Negeri, Urusan Dalam-Negeri,
Keuangan dan Urusan Ekonomi, dan juga Perdana Menteri, sungguhpun ia tidak
diwajibkan memimpin salah satu departemen tersebut, berkedudukan khusus seperti
diterangkan dibawah ini.
(2) Menteri-menteri pembentuk biasanya masing-masing memimpin salah satu dari departemen-departemen tersebut dalam ayat yang lalu.
(3) Dalam hal-hal yang memerlukan tindakan dengan segera dan dalam hal-hal darurat, maka para menteri yang berkedudukan khusus bersama-sama berkuasa mengambil keputusan-keputusan yang dalam hal itu dengan kekuatan yang sama, menggantikan keputusan-keputusan Dewan Menteri yang lengkap.
Dalam mengambil keputusan, Menteri-menteri itu berusaha mencapai kata sepakat.
(4) Dalam memusyawaratkan dan memutuskan sesuatu hal yang langsung mengenai sesuatu pokok yang masuk dalam tugas suatu departemen yang lain daripada yang tersebut dalam ayat 1, Menteri Kepala Departemen itu turut serta.
(2) Menteri-menteri pembentuk biasanya masing-masing memimpin salah satu dari departemen-departemen tersebut dalam ayat yang lalu.
(3) Dalam hal-hal yang memerlukan tindakan dengan segera dan dalam hal-hal darurat, maka para menteri yang berkedudukan khusus bersama-sama berkuasa mengambil keputusan-keputusan yang dalam hal itu dengan kekuatan yang sama, menggantikan keputusan-keputusan Dewan Menteri yang lengkap.
Dalam mengambil keputusan, Menteri-menteri itu berusaha mencapai kata sepakat.
(4) Dalam memusyawaratkan dan memutuskan sesuatu hal yang langsung mengenai sesuatu pokok yang masuk dalam tugas suatu departemen yang lain daripada yang tersebut dalam ayat 1, Menteri Kepala Departemen itu turut serta.
Pasal
76
(1) Untuk merundingkan bersama-sama
kepentingan-kepentingan umum Republik Indonesia Serikat, Menteri-menteri
bersidang dalam Dewan Menteri yang diketuai oleh Perdana Menteri atau dalam hal
Perdana Menteri berhalangan, oleh salah seorang Menteri berkedudukan khusus.
(2) Dewan Menteri senantiasa memberitahukan segala urusan yang penting kepada Presiden.
Masing-masing Menteri berkewajiban sama berhubung dengan urusan-urusan yang khusus masuk tugasnya.
(2) Dewan Menteri senantiasa memberitahukan segala urusan yang penting kepada Presiden.
Masing-masing Menteri berkewajiban sama berhubung dengan urusan-urusan yang khusus masuk tugasnya.
Pasal
77
Sebelum memangku jabatannya,
Menteri-menteri mengangkat sumpah (keterangan dan janji) di hadapan Presiden
menurut cara agamanya, sebagai berikut:
“Saya bersumpah (menerangkan) bahwa
saya, untuk diangkat menjadi Menteri, langsung ataupun tak langsung, dengan
nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan
memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa
saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini, tiada
sekali-kali menerima dari siapapun juga, langsung ataupun tak langsung sesuatu
janji atau pemberian.
Saya bersumpah (berjanji) setia
kepada Konstitusi, bahwa saya akan memelihara segala peraturan yang berlaku
bagi Republik Indonesia Serikat, bahwa saya akan mengabdi dengan setia kepada Nusa
dan Bangsa dan Negara dan bahwa saya akan memenuhi dengan setia segala
kewajiban yang ditanggungkan kepada saya oleh jabatan Menteri.”
Pasal
78
Gaji Presiden dan gaji
Menteri-menteri, begitu pula ganti-rugi untuk biaya perjalanan dan biaya
penginapan dan, jika ada ganti-rugi yang lain-lain, diatur dengan undang-undang
federal.
Pasal
79
(1) Jabatan Presiden dan Menteri
tidak boleh dipangku bersama-sama dengan menjalankan jabatan umum apapun di
dalam dan di luar Republik Indonesia Serikat.
(2) Presiden dan Menteri-menteri tidak boleh, langsung atau tak langsung, turut serta dalam ataupun menjadi penanggung untuk sesuatu badan perusahaan yang berdasarkan perjanjian untuk memperoleh laba atau untung yang diadakan dengan Republik Indonesia Serikat atau dengan sesuatu bagian dari Indonesia.
(3) Mereka tidak boleh mempunyai piutang atas tanggungan Republik Indonesia Serikat, kecuali surat-surat utang umum.
(4) Yang ditetapkan dalam ayat 2 dan 3 pasal ini tetap berlaku atas mereka selama tiga tahun sesudah mereka meletakkan jabatannya.
(2) Presiden dan Menteri-menteri tidak boleh, langsung atau tak langsung, turut serta dalam ataupun menjadi penanggung untuk sesuatu badan perusahaan yang berdasarkan perjanjian untuk memperoleh laba atau untung yang diadakan dengan Republik Indonesia Serikat atau dengan sesuatu bagian dari Indonesia.
(3) Mereka tidak boleh mempunyai piutang atas tanggungan Republik Indonesia Serikat, kecuali surat-surat utang umum.
(4) Yang ditetapkan dalam ayat 2 dan 3 pasal ini tetap berlaku atas mereka selama tiga tahun sesudah mereka meletakkan jabatannya.
Bagian
2
Senat
Pasal
80
(1) Senat mewakili daerah-daerah
bagian.
(2) Setiap daerah bagian mempunyai dua anggota dalam Senat.
(3) Setiap anggota Senat mengeluarkan satu suara dalam Senat.
(2) Setiap daerah bagian mempunyai dua anggota dalam Senat.
(3) Setiap anggota Senat mengeluarkan satu suara dalam Senat.
Pasal
81
(1) Anggota-anggota Senat ditunjuk
oleh pemerintah daerah-daerah bagian, dari daftar yang disampaikan oleh
masing-masing perwakilan rakyat dan yang memuat tiga calon untuk tiap-tiap
kursi.
(2) Apabila dibutuhkan calon untuk dua kursi, maka pemerintah bersangkutan bebas untuk menggunakan sebagai satu, daftar-daftar yang disampaikan oleh perwakilan rakyat untuk pilihan kembar itu.
(3) Dalam pada itu daerah-daerah bagian sendiri mengadakan peraturan-aturan yang perlu untuk menunjuk anggota-anggota dalam Senat.
(2) Apabila dibutuhkan calon untuk dua kursi, maka pemerintah bersangkutan bebas untuk menggunakan sebagai satu, daftar-daftar yang disampaikan oleh perwakilan rakyat untuk pilihan kembar itu.
(3) Dalam pada itu daerah-daerah bagian sendiri mengadakan peraturan-aturan yang perlu untuk menunjuk anggota-anggota dalam Senat.
Pasal
82
Yang boleh menjadi anggota Senat
ialah warga-negara yang telah berusia 30 tahun dan yang bukan orang yang tidak
diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak-pilih ataupun yang haknya untuk
dipilih telah dicabut.
Pasal
83
Anggota-anggota Senat sebelum
memangku jabatannya, mengangkat sumpah (keterangan dan janji) dihadapan
Presiden atau Ketua Senat yang dikuasakan untuk itu oleh Presiden, menurut cara
agamanya, sebagai berikut:
“Saya bersumpah (menerangkan) bahwa
saya untuk ditunjuk menjadi anggota Senat, langsung ataupun tak langsung,
dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan
memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa
saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini tiada
sekali-kali menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun juga sesuatu
janji atau pemberian.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya
senantiasa akan membantu memelihara Konstitusi dan segala peraturan yang lain
yang berlaku bagi Negara, bahwa saya akan mengabdi sekuat tenaga kepada
kesejahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saya akan mengabdi dengan
setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara.”
Pasal
84
Anggota-anggota Senat senantiasa
boleh meletakkan jabatannya. Mereka memberitahukan hal itu dengan surat kepada
Ketua.
Pasal
85
(1) Presiden mengangkat Ketua Senat
dari anjuran yang dimajukan oleh Senat dan yang memuat sekurang-kurangnya dua
orang, baik dari antaranya sendiri maupun tidak.
(2) Ketua harus memenuhi syarat-syarat yang termaktub dalam pasal 82.
(3) Ketua bukan anggota dan mempunyai suara penasehat. Ialah yang memanggil Senat.
(4) Apabila salah seorang anggota telah diangkat menjadi Ketua, maka pemerintah daerah bagian yang bersangkutan menunjuk orang lain menjadi anggota sebagai penggantinya.
(5) Senat menunjuk dari antaranya seorang Wakil-Ketua yang tetap mempunyai keanggotaan dan hak-suara.
(6) Dalam hal Ketua dan Wakil-Ketua berhalangan atau tidak ada, maka rapat diketuai untuk sementara oleh anggota yang tertua usianya; anggota ini tetap mempunyai keanggotaan dan hak suara.
(2) Ketua harus memenuhi syarat-syarat yang termaktub dalam pasal 82.
(3) Ketua bukan anggota dan mempunyai suara penasehat. Ialah yang memanggil Senat.
(4) Apabila salah seorang anggota telah diangkat menjadi Ketua, maka pemerintah daerah bagian yang bersangkutan menunjuk orang lain menjadi anggota sebagai penggantinya.
(5) Senat menunjuk dari antaranya seorang Wakil-Ketua yang tetap mempunyai keanggotaan dan hak-suara.
(6) Dalam hal Ketua dan Wakil-Ketua berhalangan atau tidak ada, maka rapat diketuai untuk sementara oleh anggota yang tertua usianya; anggota ini tetap mempunyai keanggotaan dan hak suara.
Pasal
86
Sebelum memangku jabatannya, Ketua
Senat mengangkat sumpah (keterangan dan janji) dihadapan Presiden menurut cara
agamanya, sebagai berikut:
“Saya bersumpah (menerangkan) bahwa
saya, untuk diangkat menjadi Ketua Senat, langsung ataupun tak langsung, dengan
nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menyanyikan ataupun akan
memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa
saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini, tiada
sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun juga
sesuatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya
senantiasa akan membantu memelihara Konstitusi dan segala peraturan yang lain
yang berlaku bagi Negara, bahwa saya akan mengabdi sekuat tenaga kepada
kesejahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saya akan mengabdi dengan
setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara.”
Pasal
87
Senat mengadakan rapat-rapatnya di
Jakarta kecuali jika dalam hal-hal darurat Pemerintah menentukan tempat yang
lain.
Pasal
88
(1) Rapat-rapat yang mengenai
pokok-pokok sebagai dimaksud dalam pasal 127 sub a dan pasal 168 harus
terbuka bagi umum, kecuali jika Ketua menimbang perlu ataupun
sekurang-kurangnya lima anggota menuntut, supaya pintu ditutup bagi umum.
(2) Sesudah pintu ditutup, rapat memutuskan apakah permusyawaratan dilakukan dengan pintu tertutup.
(3) Tentang hal2 yang dibicarakan dalam rapat tertutup dapat juga diputuskan dengan pintu tertutup.
(2) Sesudah pintu ditutup, rapat memutuskan apakah permusyawaratan dilakukan dengan pintu tertutup.
(3) Tentang hal2 yang dibicarakan dalam rapat tertutup dapat juga diputuskan dengan pintu tertutup.
Pasal
89
Ketua dan anggota-anggota Senat
tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena yang dikatakannya dalam rapat
atau yang dikemukakannya dengan surat kepada majelis itu, kecuali jika mereka
dengan itu mengumumkan apa yang dikatakan atau yang dikemukakan dalam rapat
tertutup dengan syarat supaya dirahasiakan.
Pasal
90
(1) Anggota-anggota Senat
mengeluarkan suaranya sebagai orang yang bebas, menurut perasaan kehormatan dan
keinsyafan batinnya, tidak atas perintah atau dengan kewajiban berembuk dahulu
dengan mereka yang menunjuknya sebagai anggota.
(2) Mereka tidak mengeluarkan suara tentang hal yang mengena dirinya sendiri.
(2) Mereka tidak mengeluarkan suara tentang hal yang mengena dirinya sendiri.
Pasal
91
Keanggotaan Senat tidak dapat
dirangkap dengan keanggotaan Perwakilan Rakyat, dan juga tidak dengan
jabatan-jabatan federal, jakni jabatan Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Ketua,
Wakil-Ketua atau Anggota Mahkamah Agung, Ketua, Wakil-Ketua atau Anggota Dewan
Pengawas Keuangan, Presiden Bank Sirkulasi dan dengan jabatan-jabatan Wali
Negara, Menteri atau Kepala Departemen daerah bagian.
Pasal
92
Gaji Ketua Senat, tunjangan-tunjangan
yang akan diberikan kepada anggota-anggota dan mungkin juga kepada Ketua,
begitu pula biaya perjalanan dan penginapan yang harus didapatnya, diatur
dengan undang-undang federal.
Pasal
93
(1) Sekalian orang yang menghadiri
rapat Senat yang tertutup, wajib merahasiakan yang dibicarakan dalam rapat itu,
kecuali jika majelis ini memutuskan lain, ataupun jika kewajiban merahasiakan
itu dihapuskan.
(2) Hal itu berlaku juga terhadap anggota-anggota, Menteri-menteri dan pegawai-pegawai yang mendapat tahu dengan cara bagaimanapun tentang yang dibicarakan itu.
(2) Hal itu berlaku juga terhadap anggota-anggota, Menteri-menteri dan pegawai-pegawai yang mendapat tahu dengan cara bagaimanapun tentang yang dibicarakan itu.
Pasal
94
(1) Senat tidak boleh bermusyawarat
atau mengambil keputusan, jika tidak hadir lebih dari seperdua jumlah anggota
sidang.
(2) Sekadar dalam Konstitusi ini tidak ditetapkan lain, maka segala keputusan diambil dengan jumlah terbanyak mutlak suara yang dikeluarkan.
(3) Apabila pada waktu mengambil keputusan, suara-suara sama berat, dalam hal rapat itu lengkap anggotanya, usul itu dianggap ditolak atau dalam hal lain, mengambil keputusan ditangguhkan sampai rapat yang berikut. Apabila suara-suara sama berat lagi, maka usul itu dianggap ditolak.
(4) Pemungutan suara tentang orang dilakukan dengan rahasia dan tertulis. Apabila suara-suara sama berat, maka keputusan diambil dengan undian.
(2) Sekadar dalam Konstitusi ini tidak ditetapkan lain, maka segala keputusan diambil dengan jumlah terbanyak mutlak suara yang dikeluarkan.
(3) Apabila pada waktu mengambil keputusan, suara-suara sama berat, dalam hal rapat itu lengkap anggotanya, usul itu dianggap ditolak atau dalam hal lain, mengambil keputusan ditangguhkan sampai rapat yang berikut. Apabila suara-suara sama berat lagi, maka usul itu dianggap ditolak.
(4) Pemungutan suara tentang orang dilakukan dengan rahasia dan tertulis. Apabila suara-suara sama berat, maka keputusan diambil dengan undian.
Pasal
95
Senat selekas mungkin menetapkan
peraturan ketertibannya.
Pasal
96
Senat dapat mengundang
Menteri-menteri untuk turut serta dalam permusyawaratannya dan memberi
penerangan dalamnya.
Pasal
97
Pada saat yang tersebut dalam pasal
112, maka Senat yang bersidang dibubarkan dan diganti dengan Senat baru.
Bagian
3
Dewan
Perwakilan Rakyat
Pasal
98
Dewan Perwakilan Rakyat mewakili
seluruh Rakyat Indonesia dan terdiri dari 150 anggota; ketentuan ini tidak
mengurangi yang ditetapkan dalam ayat kedua pasal 100.
Pasal
99
Jumlah anggota dari Negara Republik
Indonesia seperdua dari jumlah semua anggota dari daerah-daerah Indonesia
selebihnya.
Pasal
100
(1) Golongan-golongan kecil
Tionghoa, Eropah dan Arab akan berwakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan
berturut-turut 9, 6 dan 3 anggota.
(2) Jika jumlah-jumlah itu tidak tercapai dengan pengutusan atas dasar pasal 109 dan pasal 110, ataupun pasal 111, tidak tercapai, maka Pemerintah Republik Indonesia Serikat mengangkat wakil-wakil tambahan bagi golongan-golongan kecil itu. Jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai tersebut dalam pasal 98 ditambah dalam hal itu jika perlu dengan jumlah pengangkatan-pengangkatan itu.
(2) Jika jumlah-jumlah itu tidak tercapai dengan pengutusan atas dasar pasal 109 dan pasal 110, ataupun pasal 111, tidak tercapai, maka Pemerintah Republik Indonesia Serikat mengangkat wakil-wakil tambahan bagi golongan-golongan kecil itu. Jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai tersebut dalam pasal 98 ditambah dalam hal itu jika perlu dengan jumlah pengangkatan-pengangkatan itu.
Pasal
101
Yang boleh menjadi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat ialah warga-negara yang telah berusia 25 tahun dan bukan
orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih ataupun
orang yang haknya untuk dipilih telah dicabut.
Pasal
102
Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat
tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Senat dan juga tidak dengan jabatan-jabatan
yang tersebut dalam pasal 91.
Pasal
103
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memilih
dari antaranya seorang Ketua dan seorang atau beberapa orang Wakil-Ketua.
Pemilihan-pemilihan ini membutuhkan pensahan Presiden.
(2) Selama pemilihan Ketua dan Wakil-Ketua belum disahkan oleh Presiden, rapat diketuai untuk sementara oleh anggota yang tertua umurnya.
(2) Selama pemilihan Ketua dan Wakil-Ketua belum disahkan oleh Presiden, rapat diketuai untuk sementara oleh anggota yang tertua umurnya.
Pasal
104
Anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat sebelum memangku jabatannya, mengangkat sumpah di hadapan Presiden atau
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang dikuasakan untuk itu oleh Presiden, menurut
cara agamanya, sebagai berikut:
“Saya bersumpah (menerangkan) bahwa
saya, untuk dipilih (diangkat) menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
langsung ataupun tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan
atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa
saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini, tiada
sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun juga sesuatu
janji atau pemberian.
Saya bersumpah (berjanji), bahwa
saya senantiasa akan membantu memelihara Konstitusi dan segala peraturan yang
lain yang berlaku bagi Negara, bahwa saya akan mengabdi sekuat tenaga kepada
kesejahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saya akan mengabdi dengan
setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara.”
Pasal
105
Menteri-menteri duduk dalam Dewan
Perwakilan Rakyat dengan suara penasehat. Ketua memberi kesempatan berbicara
kepadanya, apabila dan tiap-tiap kali mereka mengingininya.
Pasal
106
(1) Dewan Perwakilan Rakyat
bersidang, apabila Pemerintah menyatakan kehendaknya tentang itu atau apabila
Ketua atau sekurang-kurangnya lima belas anggota menganggap hal itu perlu.
(2) Ketua memanggil rapat Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Ketua memanggil rapat Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal
107
Rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat
terbuka untuk umum, kecuali jika Ketua menimbang perlu ditutup ataupun
sekurang-kurangnya sepuluh anggota menuntut hal itu.
Pasal
108
Yang ditetapkan untuk Senat dalam
pasal 84, 87, 88 ayat kedua dan ketiga, 89, 90, 92, 93, 94 dan 95 berlaku
demikian juga berhubung dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal
109
(1) Untuk Dewan Perwakilan Rakyat
yang pertama, mengutus anggota-anggota dari daerah-daerah selebihnya yang
tersebut dalam pasal 99, diatur dan diselenggarakan dengan perundingan
bersama-sama oleh daerah-daerah bagian yang tersebut dalam pasal 2, kecuali
Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan asas2 demokrasi dan
seboleh-bolehnya dengan perundingan dengan daerah-daerah yang tersebut dalam
pasal 2, sub c yang bukan daerah bagian.
(2) Untuk pembagian jumlah-jumlah anggota yang akan diutus di antara daerah-daerah itu, diambil sebagai dasar perbandingan jumlah jiwa rakyat daerah-daerah bagian tersebut.
(2) Untuk pembagian jumlah-jumlah anggota yang akan diutus di antara daerah-daerah itu, diambil sebagai dasar perbandingan jumlah jiwa rakyat daerah-daerah bagian tersebut.
Pasal
110
(1) Bagaimana caranya anggota diutus
ke Dewan Perwakilan Rakyat yang pertama, diatur oleh daerah-daerah bagian.
(2) Dimana pengutusan demikian tidak dapat terjadi dengan jalan pemilihan yang seumum-umumnya, pengutusan itu dapat dilakukan dengan jalan penunjukan anggota-anggota oleh perwakilan rakyat daerah-daerah bersangkutan, jika ada di situ perwakilan demikian.
Juga apabila karena hal-hal yang sungguh perlu diturut cara yang lain, akan diusahakan untuk mencapai perwakilan yang sesempurna-sempurnanya, menurut kehendak rakyat.
(2) Dimana pengutusan demikian tidak dapat terjadi dengan jalan pemilihan yang seumum-umumnya, pengutusan itu dapat dilakukan dengan jalan penunjukan anggota-anggota oleh perwakilan rakyat daerah-daerah bersangkutan, jika ada di situ perwakilan demikian.
Juga apabila karena hal-hal yang sungguh perlu diturut cara yang lain, akan diusahakan untuk mencapai perwakilan yang sesempurna-sempurnanya, menurut kehendak rakyat.
Pasal
111
(1) Dalam tempo satu tahun sesudah
Konstitusi mulai berlaku, maka di seluruh Indonesia Pemerintah memerintahkan
mengadakan pemilihan yang bebas dan rahasia untuk menyusun Dewan Perwakilan
Rakyat yang dipilih secara umum.
(2) Undang-Undang federal mengadakan aturan-aturan untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat baru yang dimaksud dalam ayat 1 dan menentukan pembagian jumlah-jumlah anggota yang akan diutus, antara daerah-daerah selebihnya yang tersebut dalam pasal 99.
(2) Undang-Undang federal mengadakan aturan-aturan untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat baru yang dimaksud dalam ayat 1 dan menentukan pembagian jumlah-jumlah anggota yang akan diutus, antara daerah-daerah selebihnya yang tersebut dalam pasal 99.
Pasal
112
Pada saat yang akan ditetapkan oleh
Pemerintah, selekas mungkin sesudah pemilihan yang dimaksud dalam pasal 111
Dewan Perwakilan Rakyat pertama dibubarkan dan diganti dengan Dewan Perwakilan
Rakyat yang dipilih itu.
Bagian
4
Mahkamah
Agung
Pasal
113
Maka adalah suatu Mahkamah Agung
Indonesia yang susunan dan kekuasaannya diatur dengan undang-undang federal.
Pasal
114
(1) Untuk pertama kali dan selama
undang-undang federal belum menetapkan lain, Ketua, Wakil-Ketua dan
anggota-anggota Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden setelah mendengarkan
Senat. Pengangkatan itu adalah untuk seumur hidup; ketentuan ini tidak
mengurangi yang ditetapkan dalam ayat2 yang berikut.
(2) Undang-undang federal dapat menetapkan, bahwa Ketua, Wakil-Ketua dan anggota-anggota Mahkamah Agung diperhentikan, apabila mencapai usia yang tertentu.
(3) Mereka dapat dipecat atau diperhentikan menurut cara dan dalam hal yang ditentukan oleh undang-undang federal.
(4) Mereka dapat diperhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri.
(2) Undang-undang federal dapat menetapkan, bahwa Ketua, Wakil-Ketua dan anggota-anggota Mahkamah Agung diperhentikan, apabila mencapai usia yang tertentu.
(3) Mereka dapat dipecat atau diperhentikan menurut cara dan dalam hal yang ditentukan oleh undang-undang federal.
(4) Mereka dapat diperhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri.
Bagian
5
Dewan
Pengawas Keuangan
Pasal
115
Maka adalah suatu Dewan Pengawas
Keuangan yang susunan dan kekuasaannya diatur dengan undang-undang federal.
Pasal
116
(1) Untuk pertama kali dan selama
undang-undang federal belum menetapkan lain, Ketua, Wakil-Ketua dan
anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan diangkat oleh Presiden setelah
mendengarkan Senat. Pengangkatan itu adalah untuk seumur hidup; ketentuan ini
tidak mengurangi yang ditetapkan dalam ayat-ayat yang berikut.
(2) Undang-undang federal dapat menetapkan, bahwa Ketua, Wakil-Ketua dan anggota-anggota diperhentikan, apabila mencapai usia yang tertentu.
(3) Mereka dapat dipecat atau diperhentikan menurut cara dan dalam hal yang ditentukan dengan undang-undang federal.
(4) Mereka dapat diperhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri.
(2) Undang-undang federal dapat menetapkan, bahwa Ketua, Wakil-Ketua dan anggota-anggota diperhentikan, apabila mencapai usia yang tertentu.
(3) Mereka dapat dipecat atau diperhentikan menurut cara dan dalam hal yang ditentukan dengan undang-undang federal.
(4) Mereka dapat diperhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri.
BAB
IV
PEMERINTAHAN
Bagian
1
Ketentuan-ketentuan
Umum
Pasal
117
(1) Pemerintahan federal atas
Indonesia – sekadar tidak diwajibkan kepada alat-alat perlengkapan yang lain –
dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat.
(2) Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa mengurus, supaya Konstitusi, undang-undang federal dan peraturan-aturan lain yang berlaku untuk Republik Indonesia Serikat, dijalankan.
(2) Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa mengurus, supaya Konstitusi, undang-undang federal dan peraturan-aturan lain yang berlaku untuk Republik Indonesia Serikat, dijalankan.
Pasal
118
(1) Presiden tidak dapat
diganggu-gugat.
(2) Menteri-menteri bertanggung-jawab atas seluruh kebijaksanaan Pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri dalam hal itu.
(2) Menteri-menteri bertanggung-jawab atas seluruh kebijaksanaan Pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri dalam hal itu.
Pasal
119
Sekalian keputusan Presiden serta
ditandatangani oleh Menteri-menteri yang bersangkutan, kecuali yang ditetapkan
dalam pasal 74 ayat 4.
Pasal
120
(1) Dewan Perwakilan Rakyat
mempunyai hak interpelasi dan hak menanya; anggota-anggota mempunyai hak
menanya.
(2) Menteri-menteri memberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, baik dengan lisan maupun dengan tertulis, segala penerangan yang dikehendaki menurut ayat yang lalu dan yang pemberiannya dianggap tidak berlawanan dengan kepentingan umum Republik Indonesia Serikat.
(2) Menteri-menteri memberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, baik dengan lisan maupun dengan tertulis, segala penerangan yang dikehendaki menurut ayat yang lalu dan yang pemberiannya dianggap tidak berlawanan dengan kepentingan umum Republik Indonesia Serikat.
Pasal
121
Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai
hak menyelidik (enquete), menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan
undang-undang federal.
Pasal
122
Dewan Perwakilan Rakyat yang
ditunjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa Kabinet atau
masing-masing Menteri meletakkan jabatannya.
Pasal
123
(1) Pemerintah mendengarkan Senat
tentang segala hal, apabila dianggapnya perlu untuk itu.
(2) Senat dapat memberikan nasehat kepada Pemerintah atas kehendaknya sendiri tentang segala hal apabila dianggapnya perlu untuk itu.
(3) Senat didengarkan tentang urusan2 penting yang khusus mengenai satu, beberapa atau semua daerah bagian atau bagian-bagiannya, ataupun yang khusus mengenai perhubungan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah yang tersebut dalam pasal 2.
Aturan ini mempunyai kecuali, jika, karena keadaan-keadaan yang mendesak, perlu diambil tindakan yang segera, sedang Senat tidak bersidang.
(4) Senat didengarkan, kecuali dalam hal sebagai diterangkan dalam suku kedua ayat yang lalu, tentang segala rancangan undang-undang darurat sebagai dimaksud dalam pasal 139.
(5) Pemerintah memberitahukan kepada Senat segala keputusan tentang hal-hal yang dalamnya Senat telah didengarkan.
(6) Jika Senat telah didengarkan, maka hal itu diberitahukan di kepala surat-surat keputusan bersangkutan.
(2) Senat dapat memberikan nasehat kepada Pemerintah atas kehendaknya sendiri tentang segala hal apabila dianggapnya perlu untuk itu.
(3) Senat didengarkan tentang urusan2 penting yang khusus mengenai satu, beberapa atau semua daerah bagian atau bagian-bagiannya, ataupun yang khusus mengenai perhubungan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah yang tersebut dalam pasal 2.
Aturan ini mempunyai kecuali, jika, karena keadaan-keadaan yang mendesak, perlu diambil tindakan yang segera, sedang Senat tidak bersidang.
(4) Senat didengarkan, kecuali dalam hal sebagai diterangkan dalam suku kedua ayat yang lalu, tentang segala rancangan undang-undang darurat sebagai dimaksud dalam pasal 139.
(5) Pemerintah memberitahukan kepada Senat segala keputusan tentang hal-hal yang dalamnya Senat telah didengarkan.
(6) Jika Senat telah didengarkan, maka hal itu diberitahukan di kepala surat-surat keputusan bersangkutan.
Pasal
124
(1) Senat dapat, baik dengan lisan
maupun dengan tertulis, meminta keterangan kepada Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan keterangan itu, kecuali jika menurut timbangannya hal itu berlawanan dengan kepentingan umum Republik Indonesia Serikat.
(2) Pemerintah memberikan keterangan itu, kecuali jika menurut timbangannya hal itu berlawanan dengan kepentingan umum Republik Indonesia Serikat.
Pasal
125
Pegawai-pegawai Republik Indonesia
Serikat diangkat menurut aturan yang ditetapkan dengan undangundang federal.
Pasal
126
Presiden memberikan tanda-tanda
kehormatan yang diadakan dengan undang-undang federal.
Bagian
2
Perundang-undangan
Pasal
127
Kekuasaan perundang-undangan
federal, sesuai dengan ketentuan2 bagian ini, dilakukan oleh:
a. Pemerintah, bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, sekadar hal itu mengenai peraturan-peraturan tentang hal-hal yang khusus mengenai satu, beberapa atau semua daerah bagian atau bagian-bagiannya, ataupun yang khusus mengenai perhubungan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah yang tersebut dalam pasal 2;
b. Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam seluruh lapangan pengaturan selebihnya.
a. Pemerintah, bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, sekadar hal itu mengenai peraturan-peraturan tentang hal-hal yang khusus mengenai satu, beberapa atau semua daerah bagian atau bagian-bagiannya, ataupun yang khusus mengenai perhubungan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah yang tersebut dalam pasal 2;
b. Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam seluruh lapangan pengaturan selebihnya.
Pasal
128
(1) Usul Pemerintah tentang
undang-undang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan amanat Presiden
dan dikirimkan serentak kepada Senat untuk diketahui.
(2) Senat berhak memajukan usul undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang hal-hal sebagai tersebut dalam pasal 127, sub a.
Apabila Senat menggunakan hak ini, maka hal itu diberitahukannya serentak kepada Presiden, dengan menyampaikan salinan usul itu.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan usul undang-undang kepada Pemerintah.
(2) Senat berhak memajukan usul undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang hal-hal sebagai tersebut dalam pasal 127, sub a.
Apabila Senat menggunakan hak ini, maka hal itu diberitahukannya serentak kepada Presiden, dengan menyampaikan salinan usul itu.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan usul undang-undang kepada Pemerintah.
Pasal
129
Dewan Perwakilan Rakyat berhak
mengadakan perubahan-perubahan dalam usul undang-undang yang dimajukan oleh
Pemerintah atau Senat kepadanya, kecuali yang ditetapkan dalam pasal 132.
Pasal
130
(1) Sekalian usul undang-undang yang
telah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan, jika usul-usul itu mengenai
urusan sebagai diterangkan dalam pasal 127, sub a, telah dirundingkan oleh
Senat sesuai dengan yang ditetapkan dalam pasal 131 dan pasal-pasal berikutnya,
memperoleh kekuatan undang-undang, apabila sudah disahkan oleh Pemerintah.
(2) Undang-undang federal tidak dapat diganggu gugat.
(2) Undang-undang federal tidak dapat diganggu gugat.
Pasal
131
Usul undang-undang dirundingkan oleh
Senat, berdasarkan kekuasaannya turut serta membuat undang-undang, jika baik
Pemerintah, maupun Dewan Perwakilan Rakyat ataupun Senat sendiri menimbang,
bahwa usul itu mengenai pengaturan urusan yang masuk dalam yang diterangkan
dalam pasal 127, sub a.
Pasal
132
(1) Apabila Senat menolak usul yang
sebelum itu sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka sungguhpun
demikian, usul itu dapat juga disahkan oleh Pemerintah, jika Dewan Perwakilan
Rakyat menerimanya dengan tidak mengubahnya lagi dan dengan sekurang-kurangnya
duapertiga dari jumlah suara anggota-anggota yang hadir.
(2) Keputusan yang tersebut dalam ayat pertama, hanya akan dapat diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat yang dalamnya sekurang-kurangnya hadir dua pertiga dari jumlah anggota sidang.
(2) Keputusan yang tersebut dalam ayat pertama, hanya akan dapat diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat yang dalamnya sekurang-kurangnya hadir dua pertiga dari jumlah anggota sidang.
Pasal
133
(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat
menerima usul undang-undang Pemerintah dengan mengubahnya ataupun tidak, maka
usul itu dikirimkannya dengan memberitahukan hal itu, kepada:
a. Senat, jika usul itu mengenai pengaturan suatu urusan sebagai diterangkan dalam pasal 127, sub a, dengan pemberitahuan serentak kepada Presiden;
b. Presiden, jika usul itu mengenai pengaturan urusan yang lain.
(2) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menerima usul yang dimajukan kepadanya oleh Senat, maka usul itu dikirimkannya:
a. jika diubahnya, kepada Senat untuk dirundingkan lebih jauh;
b. jika tidak diubahnya, kepada Pemerintah untuk disahkan.
Dalam hal sub a Dewan Perwakilan Rakyat memberitahukan hal itu kepada Presiden, dalam hal sub b kepada Senat.
a. Senat, jika usul itu mengenai pengaturan suatu urusan sebagai diterangkan dalam pasal 127, sub a, dengan pemberitahuan serentak kepada Presiden;
b. Presiden, jika usul itu mengenai pengaturan urusan yang lain.
(2) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menerima usul yang dimajukan kepadanya oleh Senat, maka usul itu dikirimkannya:
a. jika diubahnya, kepada Senat untuk dirundingkan lebih jauh;
b. jika tidak diubahnya, kepada Pemerintah untuk disahkan.
Dalam hal sub a Dewan Perwakilan Rakyat memberitahukan hal itu kepada Presiden, dalam hal sub b kepada Senat.
Pasal
134
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat
menolak usul undang-undang Pemerintah, maka hal itu diberitahukannya kepada
Presiden dan juga kepada Senat, jika usul itu mengenai urusan yang tersebut
dalam pasal 127, sub a.
Pasal
135
(1) Dewan Perwakilan Rakyat, apabila
memutuskan akan menganjurkan usul undang-undang, mengirimkan usul itu untuk
dirundingkan kepada Senat, jika usul itu mengenai pengaturan urusan yang
tersebut dalam pasal 127, sub a, dengan pemberitahuan serentak kepada Presiden.
(2) Dalam sekalian hal yang lain Dewan Perwakilan Rakyat mengirimkan usulnya tentang undang-undang, untuk disahkan oleh Pemerintah, kepada Presiden dan serentak kepada Senat untuk diketahui.
(2) Dalam sekalian hal yang lain Dewan Perwakilan Rakyat mengirimkan usulnya tentang undang-undang, untuk disahkan oleh Pemerintah, kepada Presiden dan serentak kepada Senat untuk diketahui.
Pasal
136
(1) Apabila Senat menerima pula usul
yang telah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka usul itu dikirimkannya
dengan memberitahukan hal itu kepada Presiden, untuk disahkan oleh Pemerintah
dan keputusannya diberitakannya serentak kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Apabila Senat menolak usul yang sebelum itu sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka usul itu dikirimkannya dengan memberitahukan hal itu kepada Presiden, dengan pemberitaan serentak kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pemerintah dapat menyampaikan sekali lagi usul yang telah ditolak oleh Senat, kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk diulang dirundingkan sesuai dengan pasal 132. Apabila Pemerintah memutuskan untuk berbuat demikian, maka yang ditetapkan dalam ayat pertama pasal 128 berlaku demikian juga.
(2) Apabila Senat menolak usul yang sebelum itu sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka usul itu dikirimkannya dengan memberitahukan hal itu kepada Presiden, dengan pemberitaan serentak kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pemerintah dapat menyampaikan sekali lagi usul yang telah ditolak oleh Senat, kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk diulang dirundingkan sesuai dengan pasal 132. Apabila Pemerintah memutuskan untuk berbuat demikian, maka yang ditetapkan dalam ayat pertama pasal 128 berlaku demikian juga.
Pasal
137
(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat
pada pengulangan perundingan sesuai dengan pasal 132, menerima usul
undang-undang, maka usul itu dikirimkannya kepada Presiden untuk disahkan oleh
Pemerintah dan keputusannya diberitahukannya serentak kepada Senat.
(2) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat pada pengulangan perundingan menolak usul undang-undang maka hal itu diberitahukannya kepada Presiden dan kepada Senat.
(2) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat pada pengulangan perundingan menolak usul undang-undang maka hal itu diberitahukannya kepada Presiden dan kepada Senat.
Pasal
138
(1) Selama suatu usul undang-undang
belum diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang lalu dalam bagian ini, dan – jika usul itu mengenai urusan sebagai
diterangkan dalam pasal 127, sub a – belum dirundingkan oleh Senat, maka usul
itu dapat ditarik kembali oleh alat-perlengkapan yang memajukannya.
(2) Pemerintah harus mensahkan usul undang-undang yang sudah diterima, kecuali jika ia dalam satu bulan sesudah usul itu disampaikan kepadanya untuk disahkan, menyatakan keberatannya yang tak dapat dihindarkan.
(3) Pensahan oleh Pemerintah, ataupun keberatan Pemerintah sebagai dimaksud dalam ayat yang lalu, diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan kepada Senat dengan amanat Presiden.
(2) Pemerintah harus mensahkan usul undang-undang yang sudah diterima, kecuali jika ia dalam satu bulan sesudah usul itu disampaikan kepadanya untuk disahkan, menyatakan keberatannya yang tak dapat dihindarkan.
(3) Pensahan oleh Pemerintah, ataupun keberatan Pemerintah sebagai dimaksud dalam ayat yang lalu, diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan kepada Senat dengan amanat Presiden.
Pasal
139
(1) Pemerintah berhak atas kuasa dan
tanggung-jawab sendiri menetapkan undang-undang darurat untuk mengatur hal–hal
penyelenggaraan-pemerintahan federal yang karena keadaan-keadaan yang mendesak
perlu diatur dengan segera.
(2) Undang-undang darurat mempunyai kekuasaan dan kuasa undang-undang federal; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang berikut.
(2) Undang-undang darurat mempunyai kekuasaan dan kuasa undang-undang federal; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang berikut.
Pasal
140
(1) Peraturan-aturan yang termaktub
dalam undang-undang darurat, segera sesudah ditetapkan, disampaikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat yang merundingkan peraturan itu menurut yang ditentukan
tentang merundingkan usul undang-undang Pemerintah.
(2) Jika suatu peraturan yang dimaksud dalam ayat yang lalu, waktu dirundingkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian ini, ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka peraturan itu tidak berlaku lagi karena hukum.
(3) Jika undang-undang darurat yang menurut ayat yang lalu tidak berlaku lagi, tidak mengatur segala akibat yang timbul dari peraturannya – baik yang dapat dibetulkan maupun yang tidak – maka undang-undang federal mengadakan tindakan-tindakan yang perlu tentang itu.
(4) Jika peraturan yang termaktub dalam undang-undang darurat itu diubah dan ditetapkan sebagai undang-undang federal, maka akibat-akibat perubahannya diatur pula sesuai dengan yang ditetapkan dalam ayat yang lalu.
(2) Jika suatu peraturan yang dimaksud dalam ayat yang lalu, waktu dirundingkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian ini, ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka peraturan itu tidak berlaku lagi karena hukum.
(3) Jika undang-undang darurat yang menurut ayat yang lalu tidak berlaku lagi, tidak mengatur segala akibat yang timbul dari peraturannya – baik yang dapat dibetulkan maupun yang tidak – maka undang-undang federal mengadakan tindakan-tindakan yang perlu tentang itu.
(4) Jika peraturan yang termaktub dalam undang-undang darurat itu diubah dan ditetapkan sebagai undang-undang federal, maka akibat-akibat perubahannya diatur pula sesuai dengan yang ditetapkan dalam ayat yang lalu.
Pasal
141
(1) Peraturan-peraturan penjalankan
undang-undang ditetapkan oleh Pemerintah. Namanya ialah peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah dapat mengancamkan hukuman-hukuman atas pelanggaran aturan-aturannya. Batas-batas hukuman yang akan ditetapkan diatur dengan undang-undang federal.
(2) Peraturan Pemerintah dapat mengancamkan hukuman-hukuman atas pelanggaran aturan-aturannya. Batas-batas hukuman yang akan ditetapkan diatur dengan undang-undang federal.
Pasal
142
(1) Undang-undang federal dan
peraturan Pemerintah dapat memerintahkan kepada alat-alat perlengkapan lain
dalam Republik Indonesia Serikat mengatur selanjutnya pokok-pokok yang tertentu
yang diterangkan dalam ketentuan2 undang-undang dan peraturan itu.
(2) Undang-undang dan peraturan Pemerintah yang bersangkutan memberikan aturan-aturan tentang pengumuman peraturan-peraturan demikian.
(2) Undang-undang dan peraturan Pemerintah yang bersangkutan memberikan aturan-aturan tentang pengumuman peraturan-peraturan demikian.
Pasal
143
(1) Undang-undang federal mengadakan
aturan-aturan tentang mengeluarkan, mengumumkan dan mulai berlakunya undang-undang
federal dan peraturan-peraturan Pemerintah.
(2) Pengumuman, terjadi dalam bentuk menurut undang-undang, adalah syarat tunggal untuk kekuatan mengikat.
(2) Pengumuman, terjadi dalam bentuk menurut undang-undang, adalah syarat tunggal untuk kekuatan mengikat.
Bagian
3
Pengadilan
Pasal
144
(1) Perkara perdata dan perkara
hukuman perdata, semata-mata masuk perkara yang diadili oleh
pengadilan-pengadilan yang diadakan atau diakui dengan atau atas kuasa
undang-undang, termasuk dalamnya hakim daerah swapraja, hakim adat dan hakim
agama.
(2) Mengangkat dalam jabatan kehakiman yang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang, didasarkan semata-mata pada syarat kepandaian, kecakapan, dan kelakuan tak bercela yang ditetapkan dengan undang-undang.
Memperhentikan, memecat untuk sementara dan memecat dari jabatan yang demikian hanya boleh dalam hal-hal yang ditentukan dengan undang-undang.
(2) Mengangkat dalam jabatan kehakiman yang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang, didasarkan semata-mata pada syarat kepandaian, kecakapan, dan kelakuan tak bercela yang ditetapkan dengan undang-undang.
Memperhentikan, memecat untuk sementara dan memecat dari jabatan yang demikian hanya boleh dalam hal-hal yang ditentukan dengan undang-undang.
Pasal
145
(1) Segala campur tangan,
bagaimanapun juga, oleh alat-alat perlengkapan yang bukan perlengkapan
kehakiman, terlarang, kecuali jika diizinkan oleh undang-undang.
(2) Asas ini hanya berlaku terhadap pengadilan swapraja dan pengadilan adat, sekadar telah diatur cara meminta pertimbangan kepada hakim yang ditunjuk dengan undang-undang.
(2) Asas ini hanya berlaku terhadap pengadilan swapraja dan pengadilan adat, sekadar telah diatur cara meminta pertimbangan kepada hakim yang ditunjuk dengan undang-undang.
Pasal
146
(1) Segala keputusan kehakiman harus
berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman harus menyebut aturan-aturan
undang-undang dan aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu.
(2) Lain daripada kecuali-kecuali yang ditetapkan oleh undang-undang, sidang pengadilan terbuka untuk umum.
Untuk ketertiban dan kesusilaan umum, hakim boleh menyimpang dari aturan ini.
(3) Keputusan senantiasa dinyatakan dengan pintu terbuka.
(2) Lain daripada kecuali-kecuali yang ditetapkan oleh undang-undang, sidang pengadilan terbuka untuk umum.
Untuk ketertiban dan kesusilaan umum, hakim boleh menyimpang dari aturan ini.
(3) Keputusan senantiasa dinyatakan dengan pintu terbuka.
Pasal
147
(1) Mahkamah Agung Indonesia ialah
pengadilan federal tertinggi.
(2) Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan undang-undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Jakarta akan dibentuk sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat pertama, dan sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat apel.
(2) Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan undang-undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Jakarta akan dibentuk sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat pertama, dan sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat apel.
Pasal
148
(1) Presiden, Menteri-menteri, Ketua
dan anggota-anggota Senat, Ketua dan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Ketua, Wakil-Ketua dan anggota-anggota Mahkamah Agung, Jaksa Agung pada
Mahkamah ini, Ketua, Wakil-Ketua dan anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan,
Presiden Bank Sirkulasi serta pegawai-pegawai, anggota-anggota majelis-majelis
tinggi dan penjabat-penjabat lain yang ditunjuk dengan undang-undang federal,
diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi juga di muka Mahkamah Agung, pun
sesudah mereka berhenti, berhubung dengan kejahatan dan pelanggaran jabatan
serta kejahatan dan pelanggaran lain ditentukan dengan undang-undang federal
dan yang dilakukannya dalam masa pekerjaannya, kecuali jika ditetapkan lain
dengan undang-undang federal.
(2) Dengan undang-undang federal dapat ditetapkan bahwa perkara perdata dan perkara hukuman perdata terhadap golongan-golongan orang dan badan yang tertentu hanya boleh diadili oleh pengadilan federal yang ditunjuk dengan undang-undang itu.
(3) Dengan undang-undang federal dapat ditetapkan bahwa perkara perdata yang mengenai peraturan-peraturan yang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang federal hanya boleh diadili oleh pengadilan federal.
(4) Dalam hal-hal yang ditunjuk dengan undang-undang federal, terhadap keputusan-keputusan yang diberikan dalam tingkat tertinggi oleh pengadilan-pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, kasasi dapat diminta kepada Mahkamah Agung.
(2) Dengan undang-undang federal dapat ditetapkan bahwa perkara perdata dan perkara hukuman perdata terhadap golongan-golongan orang dan badan yang tertentu hanya boleh diadili oleh pengadilan federal yang ditunjuk dengan undang-undang itu.
(3) Dengan undang-undang federal dapat ditetapkan bahwa perkara perdata yang mengenai peraturan-peraturan yang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang federal hanya boleh diadili oleh pengadilan federal.
(4) Dalam hal-hal yang ditunjuk dengan undang-undang federal, terhadap keputusan-keputusan yang diberikan dalam tingkat tertinggi oleh pengadilan-pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, kasasi dapat diminta kepada Mahkamah Agung.
Pasal
149
Tataan, kekuasaan dan
jalan-pengadilan pengadilan-pengadilan federal ditetapkan dengan undang-undang
federal.
Pasal
150
Mahkamah Agung melakukan pengawasan
tertinggi atas perbuatan pengadilan-pengadilan federal yang lain, menurut
aturan-aturan ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal
151
Dengan mengecualikan yang ditetapkan
dalam pasal 148 dan dengan tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal 50,
pengadilan dalam perkara perdata dan hukuman perdata dalam daerah-daerah bagian
dilakukan oleh pengadilan yang diadakan atau diakui dengan atau atas kuasa
undang-undang daerah bagian itu.
Pasal
152
Tataan, kekuasaan dan
jalan-pengadilan pengadilan-pengadilan yang diadakan dengan atau atas kuasa
undang-undang daerah bagian, ditetapkan dengan undang-undang itu.
Pasal
153
(1) Mahkamah Agung melakukan
pengawasan tertinggi atas perbuatan-perbuatan pengadilan tertinggi daerah
bagian, menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) Mahkamah itu melakukan pengawasan tertinggi, juga menurut aturan-aturan undang-undang federal, atas pengadilan-pengadilan lain yang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang daerah bagian, tetapi hanya selama tidak diadakan pengawasan tertinggi lain oleh daerah bagian itu.
(2) Mahkamah itu melakukan pengawasan tertinggi, juga menurut aturan-aturan undang-undang federal, atas pengadilan-pengadilan lain yang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang daerah bagian, tetapi hanya selama tidak diadakan pengawasan tertinggi lain oleh daerah bagian itu.
Pasal
154
(1) Keputusan kehakiman yang diambil
oleh pengadilan-pengadilan yang diadakan atau diakui dengan atau atas kuasa
undang-undang daerah bagian sedang keputusan itu dapat dijalankan dalam seluruh
daerah-hukum daerah bagian itu, dengan cara sedemikian dapat dijalankan juga di
lain-lain tempat di Indonesia.
(2) Dengan undang-undang federal dapat ditetapkan akta-akta yang dapat dijalankan di seluruh Indonesia, dengan cara yang seboleh-bolehnya sesuai dengan cara yang ditentukan dalam hukum daerah.
(2) Dengan undang-undang federal dapat ditetapkan akta-akta yang dapat dijalankan di seluruh Indonesia, dengan cara yang seboleh-bolehnya sesuai dengan cara yang ditentukan dalam hukum daerah.
Pasal
155
Undang-undang daerah bagian mengatur
kekuasaan pengadilan-pengadilan yang diakui dengan atau atas kuasa
undang-undang itu.
Pasal
156
(1) Jika Mahkamah Agung atau
pengadilan-pengadilan lain yang mengadili dalam perkara perdata atau dalam
perkara hukuman perdata, beranggapan bahwa suatu ketentuan dalam peraturan
ketatanegaraan atau undang-undang suatu daerah bagian berlawanan dengan
Konstitusi ini, maka dalam keputusan kehakiman itu juga, ketentuan itu
dinyatakan dengan tegas tak-menurut-Konstitusi.
(2) Mahkamah Agung berkuasa juga menyatakan dengan tegas bahwa suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan atau dalam undang-undang daerah bagian tak-menurut-Konstitusi, jika ada surat permohonan yang beralasan yang dimajukan, untuk Pemerintah Republik Indonesia Serikat, oleh atau atas nama Jaksa Agung pada Mahkamah Agung, ataupun, untuk suatu pemerintah daerah bagian yang lain, oleh Kejaksaan pada pengadilan tertinggi daerah bagian yang dimaksud kemudian.
(2) Mahkamah Agung berkuasa juga menyatakan dengan tegas bahwa suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan atau dalam undang-undang daerah bagian tak-menurut-Konstitusi, jika ada surat permohonan yang beralasan yang dimajukan, untuk Pemerintah Republik Indonesia Serikat, oleh atau atas nama Jaksa Agung pada Mahkamah Agung, ataupun, untuk suatu pemerintah daerah bagian yang lain, oleh Kejaksaan pada pengadilan tertinggi daerah bagian yang dimaksud kemudian.
Pasal
157
(1) Sebelum pernyataan
tak-menurut-Konstitusi tentang suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan
atau undang-undang suatu daerah bagian untuk pertama kali diucapkan atau
disahkan, maka Mahkamah Agung memanggil Jaksa Agung pada Majelis itu, atau
kepala Kejaksaan pada pengadilan tertinggi daerah bagian bersangkutan, untuk
didengarkan dalam majelis pertimbangan.
(2) Keputusan Mahkamah Agung yang dalamnya pernyataan tak-menurut-Konstitusi untuk pertama kali diucapkan atau disahkan, diucapkan pada sidang pengadilan umum.
Pernyataan itu selekas mungkin diumumkan oleh Jaksa Agung pada Mahkamah Agung dalam warta resmi Republik Indonesia Serikat.
(2) Keputusan Mahkamah Agung yang dalamnya pernyataan tak-menurut-Konstitusi untuk pertama kali diucapkan atau disahkan, diucapkan pada sidang pengadilan umum.
Pernyataan itu selekas mungkin diumumkan oleh Jaksa Agung pada Mahkamah Agung dalam warta resmi Republik Indonesia Serikat.
Pasal
158
(1) Jika dalam perkara perdata atau
dalam perkara hukuman perdata, pengadilan lain daripada Mahkamah Agung
menyatakan suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan atau undang-undang
daerah bagian tak-menurut-Konstitusi, dan Mahkamah Agung karena sesuatu sebab
memeriksa perkara itu, maka karena jabatannya ia mempertimbangkan dalam
keputusannya apakah pernyataan tak-menurut-Konstitusi itu dilakukan pada
tempatnya.
(2) Terhadap pernyataan tak-menurut-Konstitusi sebagai dimaksud dalam ayat yang lalu, pihak-pihak yang dikenai kerugian oleh pernyataan itu dan yang tidak mempunyai alat-hukum terhadapnya, dapat memajukan tuntutan untuk kasasi karena pelanggaran hukum kepada Mahkamah Agung.
(3) Jaksa Agung pada Mahkamah Agung dan juga kepala Kejaksaan pada pengadilan tertinggi daerah bagian itu, dapat karena jabatannya memajukan tuntutan kepada Mahkamah Agung untuk kasasi karena pelanggaran hukum terhadap pernyataan tak-menurut-Konstitusi yang tak terubah lagi sebagai dimaksud dalam ayat 1.
(4) Pernyataan tak-menurut-Konstitusi tentang suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan suatu daerah bagian oleh pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, jika tidak dengan tegas berdasarkan pernyataan tak-menurut-Konstitusi yang sudah dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap ketentuan itu dan yang telah diumumkan menurut pasal 157, haruslah disahkan oleh Mahkamah Agung, sebelum keputusan kehakiman yang berdasar atasnya dapat dijalankan.
Permohonan untuk pensahan dirundingkan dalam majelis-pertimbangan. Permohonan itu ditiadakan jika pernyataan tak-menurut-Konstitusi itu dihapuskan sebelum perundingan itu selesai.
Jika Mahkamah Agung menolak permohonan pensahan itu, maka Mahkamah menghapuskan keputusan kehakiman yang memuat pernyataan tak-menurut-Konstitusi sekadar itu dan Mahkamah itupun bertindak selanjutnya seakan-akan salah suatu pihak telah memajukan tuntutan untuk kasasi karena pelanggaran hukum.
(5) Tentang yang ditentukan dalam pasal ini dan kedua pasal yang lalu, dengan undang-undang federal dapat ditetapkan aturan-aturan lebih lanyut, termasuk tenggang-tenggang.
(2) Terhadap pernyataan tak-menurut-Konstitusi sebagai dimaksud dalam ayat yang lalu, pihak-pihak yang dikenai kerugian oleh pernyataan itu dan yang tidak mempunyai alat-hukum terhadapnya, dapat memajukan tuntutan untuk kasasi karena pelanggaran hukum kepada Mahkamah Agung.
(3) Jaksa Agung pada Mahkamah Agung dan juga kepala Kejaksaan pada pengadilan tertinggi daerah bagian itu, dapat karena jabatannya memajukan tuntutan kepada Mahkamah Agung untuk kasasi karena pelanggaran hukum terhadap pernyataan tak-menurut-Konstitusi yang tak terubah lagi sebagai dimaksud dalam ayat 1.
(4) Pernyataan tak-menurut-Konstitusi tentang suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan suatu daerah bagian oleh pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, jika tidak dengan tegas berdasarkan pernyataan tak-menurut-Konstitusi yang sudah dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap ketentuan itu dan yang telah diumumkan menurut pasal 157, haruslah disahkan oleh Mahkamah Agung, sebelum keputusan kehakiman yang berdasar atasnya dapat dijalankan.
Permohonan untuk pensahan dirundingkan dalam majelis-pertimbangan. Permohonan itu ditiadakan jika pernyataan tak-menurut-Konstitusi itu dihapuskan sebelum perundingan itu selesai.
Jika Mahkamah Agung menolak permohonan pensahan itu, maka Mahkamah menghapuskan keputusan kehakiman yang memuat pernyataan tak-menurut-Konstitusi sekadar itu dan Mahkamah itupun bertindak selanjutnya seakan-akan salah suatu pihak telah memajukan tuntutan untuk kasasi karena pelanggaran hukum.
(5) Tentang yang ditentukan dalam pasal ini dan kedua pasal yang lalu, dengan undang-undang federal dapat ditetapkan aturan-aturan lebih lanyut, termasuk tenggang-tenggang.
Pasal
159
Pengadilan perkara hukuman
ketentaraan diatur dengan undang-undang federal.
Pasal
160
(1) Presiden mempunyai hak memberi
ampun dari hukuman-hukuman yang dijatuhkan oleh keputusan kehakiman.
Hak itu dilakukannya sesudah meminta nasehat dari Mahkamah Agung, sekadar dengan undang-undang federal tidak ditunjuk pengadilan yang lain untuk memberi nasehat.
(2) Jika hukuman mati dijatuhkan, maka keputusan kehakiman itu tidak dapat dijalankan, melainkan sesudah Presiden, menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal, diberikan kesempatan untuk memberi ampun.
(3) Amnesti hanya dapat diberikan dengan undang-undang federal ataupun, atas kuasa undang-undang federal, oleh Presiden sesudah meminta nasehat dari Mahkamah Agung.
Hak itu dilakukannya sesudah meminta nasehat dari Mahkamah Agung, sekadar dengan undang-undang federal tidak ditunjuk pengadilan yang lain untuk memberi nasehat.
(2) Jika hukuman mati dijatuhkan, maka keputusan kehakiman itu tidak dapat dijalankan, melainkan sesudah Presiden, menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal, diberikan kesempatan untuk memberi ampun.
(3) Amnesti hanya dapat diberikan dengan undang-undang federal ataupun, atas kuasa undang-undang federal, oleh Presiden sesudah meminta nasehat dari Mahkamah Agung.
Pasal
161
Pemutusan tentang sengketa yang mengenai
hukum tata usaha diserahkan kepada pengadilan yang mengadili perkara perdata
ataupun kepada alat-alat perlengkapan lain, tetapi jika demikian
seboleh-bolehnya dengan jaminan yang serupa tentang keadilan dan kebenaran.
Pasal
162
Dengan undang-undang federal dapat
diatur cara memutuskan sengketa yang mengenai hukum tata usaha dan yang
bersangkutan dengan peraturan-peraturan yang diadakan dengan atau atas kuasa
Konstitusi ini atau yang diadakan dengan undang-undang federal, sedang
peraturan-peraturan itu tidak langsung mengenai semata-mata alat-alat
perlengkapan dan penghuni satu daerah bagian saja, termasuk badan-badan hukum
publik yang dibentuk atau diakui dengan atau atas kuasa suatu undang-undang
daerah bagian itu.
Pasal
163
(1) Dimana dalam bagian ini disebut
“undang-undang”, maka dimaksud dengan itu baik undang-undang federal maupun
undang-undang daerah bagian, kecuali jika ditetapkan yang sebaliknya.
(2) Dimana dalam bagian ini disebut “undang-undang daerah bagian” maka dimaksud dengan itu peraturan-aturan yang ditetapkan oleh alat-alat pengundang-undang daerah bagian yang tertinggi.
(3) Dimana dalam pasal 154, 156 dan 158 bagian ini disebut “keputusan kehakiman”, maka dengan itu dimaksud pula penetapan-penetapan kehakiman.
(2) Dimana dalam bagian ini disebut “undang-undang daerah bagian” maka dimaksud dengan itu peraturan-aturan yang ditetapkan oleh alat-alat pengundang-undang daerah bagian yang tertinggi.
(3) Dimana dalam pasal 154, 156 dan 158 bagian ini disebut “keputusan kehakiman”, maka dengan itu dimaksud pula penetapan-penetapan kehakiman.
Bagian
4
Keuangan
Babakan
1
Hak
Uang
Pasal
164
(1) Diseluruh daerah Republik
Indonesia Serikat hanya diakui sah, alat-alat pembayar yang aturan-aturan
pengeluarannya ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) Satuan-hitung untuk menyatakan alat-alat pembayar sah itu ditetapkan dengan undang-undang federal.
(3) Undang-undang federal mengakui sah alat-alat pembayar baik hingga jumlah yang tak terbatas maupun hingga jumlah terbatas yang ditentukan untuk itu.
(4) Pengeluaran alat-alat pembayar yang sah dilakukan oleh atau atas nama Pemerintah Republik Indonesia Serikat ataupun oleh bank sirkulasi.
(2) Satuan-hitung untuk menyatakan alat-alat pembayar sah itu ditetapkan dengan undang-undang federal.
(3) Undang-undang federal mengakui sah alat-alat pembayar baik hingga jumlah yang tak terbatas maupun hingga jumlah terbatas yang ditentukan untuk itu.
(4) Pengeluaran alat-alat pembayar yang sah dilakukan oleh atau atas nama Pemerintah Republik Indonesia Serikat ataupun oleh bank sirkulasi.
Pasal
165
(1) Untuk Indonesia ada satu bank
sirkulasi.
(2) Penunjukan sebagai bank sirkulasi dan pengaturan tataan dan kekuasaannya dilakukan dengan undang-undang federal.
(2) Penunjukan sebagai bank sirkulasi dan pengaturan tataan dan kekuasaannya dilakukan dengan undang-undang federal.
Babakan
2
Pengurusan
Keuangan Federal Anggaran – Pertanggungjawaban – Gaji
Pasal
166
(1) Pemerintah memegang pengurusan
umum keuangan federal.
(2) Keuangan Republik Indonesia Serikat dipimpin dan ditanggung-jawabkan menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) Keuangan Republik Indonesia Serikat dipimpin dan ditanggung-jawabkan menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal
167
Dengan undang-undang federal
ditetapkan anggaran semua pengeluaran Republik Indonesia Serikat dan ditunjuk
pendapatan-pendapatan untuk menutup pengeluaran itu.
Pasal
168
(1) Usul undang-undang penetapkan
anggaran umum oleh Pemerintah dimajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebelum
permulaan masa yang berkenaan dengan anggaran itu. Masa itu tidak boleh lebih
dari dua tahun.
(2) Usul undang-undang pengubah anggaran umum, tiap-tiap kali jika perlu dimajukan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Usul undang-undang dimaksud dalam kedua ayat yang lalu dirundingkan pula oleh Senat atas dasar ketentuan-ketentuan Bagian II Bab ini.
(2) Usul undang-undang pengubah anggaran umum, tiap-tiap kali jika perlu dimajukan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Usul undang-undang dimaksud dalam kedua ayat yang lalu dirundingkan pula oleh Senat atas dasar ketentuan-ketentuan Bagian II Bab ini.
Pasal
169
(1) Anggaran terdiri dari
bagian-bagian yang masing-masing, sekadar perlu, dibagi dalam dua bab, iaitu
satu untuk mengatur pengeluaran-pengeluaran dan satu lagi untuk menunjuk
pendapatan-pendapatan.
Bab-bab terbagi dalam pos-pos.
(2) Untuk tiap-tiap departemen kementerian anggaran sedikit-dikitnya memuat satu bagian.
(3) Undang-undang penetapkan anggaran masing-masing memuat tidak lebih dari satu bagian.
(4) Dengan undang-undang dapat diizinkan pemindahan.
Bab-bab terbagi dalam pos-pos.
(2) Untuk tiap-tiap departemen kementerian anggaran sedikit-dikitnya memuat satu bagian.
(3) Undang-undang penetapkan anggaran masing-masing memuat tidak lebih dari satu bagian.
(4) Dengan undang-undang dapat diizinkan pemindahan.
Pasal
170
Pengeluaran dan penerimaan Republik
Indonesia Serikat ditanggungjawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, sambil
memajukan perhitungan yang disahkan oleh Dewan Pengawas Keuangan, menurut
aturan-aturan yang diberikan dengan undang-undang federal.
Pasal
171
Tidak diperkenankan memungut pajak
untuk kegunaan kas federal, kecuali dengan kuasa undang-undang federal.
Pasal
172
(1) Pinjaman uang atas tanggungan
Republik Indonesia Serikat tidak dapat diadakan, dijamin atau disahkan, kecuali
dengan kuasa undang-undang federal.
(2) Pemerintah berhak, dengan mengindahkan aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang federal, mengeluarkan biljet-biljet dan promes-promes perbendaharaan.
(2) Pemerintah berhak, dengan mengindahkan aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang federal, mengeluarkan biljet-biljet dan promes-promes perbendaharaan.
Pasal
173
(1) Dengan tidak mengurangi yang
diatur dengan ketentuan-ketentuan khusus, gaji-gaji dan lain-lain pendapatan
anggota majelis-majelis dan pegawai-pegawai Republik Indonesia Serikat
ditentukan oleh Pemerintah, dengan mengindahkan aturan-aturan yang akan
ditetapkan dengan undang-undang federal dan menurut asas, bahwa dari jabatan
tidak boleh diperoleh keuntungan lain daripada yang dengan tegas diperkenankan.
(2) Undang-undang dapat memperkenankan pemindahan kekuasaan yang diterangkan dalam ayat 1 kepada alat-alat perlengkapan lain yang berkuasa.
(3) Pemberian pensiun kepada pegawai-pegawai Republik Indonesia Serikat diatur dengan undang-undang federal.
(2) Undang-undang dapat memperkenankan pemindahan kekuasaan yang diterangkan dalam ayat 1 kepada alat-alat perlengkapan lain yang berkuasa.
(3) Pemberian pensiun kepada pegawai-pegawai Republik Indonesia Serikat diatur dengan undang-undang federal.
Bagian
5
Perhubungan
Luar Negeri
Pasal
174
Pemerintah memegang pengurusan
perhubungan luar negeri.
Pasal
175
(1) Presiden mengadakan dan
mensahkan segala perjanjian (traktat) dan persetujuan lain dengan negara-negara
lain.
Kecuali jika ditentukan lain dengan undang-undang federal, perjanjian atau persetujuan lain tidak disahkan, melainkan jika sudah disetujui dengan undang-undang.
(2) Masuk dalam dan memutuskan perjanjian dan persetujuan lain, hanya dilakukan oleh Presiden dengan kuasa undang-undang federal.
Kecuali jika ditentukan lain dengan undang-undang federal, perjanjian atau persetujuan lain tidak disahkan, melainkan jika sudah disetujui dengan undang-undang.
(2) Masuk dalam dan memutuskan perjanjian dan persetujuan lain, hanya dilakukan oleh Presiden dengan kuasa undang-undang federal.
Pasal
176
Berdasarkan perjanjian dan
persetujuan yang tersebut dalam pasal 175, Pemerintah memasukkan Republik
Indonesia Serikat ke dalam organisasi-organisasi antarnegara.
Pasal
177
Pemerintah berusaha memecahkan
perselisihan-perselisihan dengan negara-negara lain dengan jalan damai dan
dalam hal itu memutuskan pula tentang meminta ataupun tentang menerima
pengadilan atau pewasitan antarnegara.
Pasal
178
Presiden mengangkat wakil-wakil
Republik Indonesia Serikat pada negara-negara lain dan menerima wakil
negara-negara lain pada Republik Indonesia Serikat.
Bagian
6
Pertahanan
Kebangsaan dan Keamanan Umum
Pasal
179
Undang-undang federal menetapkan
aturan-aturan tentang hak dan kewajiban warga-negara yang sanggup membantu
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia Serikat dan membela daerahnya.
Ia mengatur cara menjalankan hak dan kewajiban itu dan menentukan kecualinya.
Ia mengatur cara menjalankan hak dan kewajiban itu dan menentukan kecualinya.
Pasal
180
(1) Tentara Republik Indonesia
Serikat bertugas melindungi kepentingan-kepentingan Republik Indonesia Serikat.
Tentara itu dibentuk dari mereka yang sukarela masuk tentera dan mereka yang wajib masuk tentera.
(2) Undang-undang federal mengatur masuk tentara yang diwajibkan.
Tentara itu dibentuk dari mereka yang sukarela masuk tentera dan mereka yang wajib masuk tentera.
(2) Undang-undang federal mengatur masuk tentara yang diwajibkan.
Pasal
181
(1) Pemerintah memegang pengurusan
pertahanan.
(2) Undang-undang federal mengatur pembentukan, susunan dan tataan, tugas dan kekuasaan alat perlengkapan yang diberi kewajiban menyelenggarakan kebijaksanaan pertahanan pada umumnya, mengorganisasi dan membagi tugas tentara dan, dalam waktu perang, memimpin perang.
(2) Undang-undang federal mengatur pembentukan, susunan dan tataan, tugas dan kekuasaan alat perlengkapan yang diberi kewajiban menyelenggarakan kebijaksanaan pertahanan pada umumnya, mengorganisasi dan membagi tugas tentara dan, dalam waktu perang, memimpin perang.
Pasal
182
(1) Presiden ialah Panglima
Tertinggi tentara Republik Indonesia Serikat.
(2) Pemerintah, jika perlu, menaruh tentara dibawah seorang panglima umum. Menteri Pertahanan dapat ditunjuk merangkap jabatan itu.
(3) Opsir-opsir diangkat, dinaikkan pangkat dan diperhentikan oleh atau atas nama Presiden, menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) Pemerintah, jika perlu, menaruh tentara dibawah seorang panglima umum. Menteri Pertahanan dapat ditunjuk merangkap jabatan itu.
(3) Opsir-opsir diangkat, dinaikkan pangkat dan diperhentikan oleh atau atas nama Presiden, menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal
183
(1) Pemerintah tidak menyatakan
perang, melainkan jika hal itu diizinkan lebih dahulu oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Senat.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat memutuskan pengizinan itu dalam rapat bersama, seakan-akan mereka satu badan, diketuai oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat memutuskan pengizinan itu dalam rapat bersama, seakan-akan mereka satu badan, diketuai oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal
184
(1) Dengan cara dan dalam hal-hal
yang akan ditentukan dengan undang-undang federal, Pemerintah dapat menyatakan
daerah Republik Indonesia Serikat atau bagian-bagian dari padanya dalam keadaan
perang atau dalam keadaan darurat perang, sekadar dan selama ia menganggap hal
itu perlu untuk kepentingan keamanan dalam negeri dan keamanan terhadap luar
negeri.
(2) Undang-undang federal mengatur akibat-akibat pernyataan demikian itu dan dapat pula menetapkan, bahwa kekuasaan-kekuasaan alat-alat perlengkapan kuasa sipil yang berdasarkan Konstitusi tentang ketertiban umum dan polisi, seluruhnya atau sebagian beralih kepada alat-alat perlengkapan sipil yang lain ataupun kepada kuasa ketentaraan, dan bahwa penguasa-penguasa sipil takluk kepada penguasa-penguasa ketentaraan.
(2) Undang-undang federal mengatur akibat-akibat pernyataan demikian itu dan dapat pula menetapkan, bahwa kekuasaan-kekuasaan alat-alat perlengkapan kuasa sipil yang berdasarkan Konstitusi tentang ketertiban umum dan polisi, seluruhnya atau sebagian beralih kepada alat-alat perlengkapan sipil yang lain ataupun kepada kuasa ketentaraan, dan bahwa penguasa-penguasa sipil takluk kepada penguasa-penguasa ketentaraan.
Pasal
185
(1) Daerah-daerah bagian tidak
mempunyai tentara sendiri.
(2) Untuk menjamin ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum, maka atas permintaan pemerintah daerah bagian Pemerintah Republik Indonesia Serikat dapat memberi bantuan ketentaraan kepada daerah bagian itu.
Undang-undang federal menetapkan aturan-aturan tentang hal itu.
(2) Untuk menjamin ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum, maka atas permintaan pemerintah daerah bagian Pemerintah Republik Indonesia Serikat dapat memberi bantuan ketentaraan kepada daerah bagian itu.
Undang-undang federal menetapkan aturan-aturan tentang hal itu.
BAB
V
KONSTITUANTE
Pasal
186
Konstituante (Sidang Pembuat
Konstitusi), bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan
Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang akan menggantikan Konstitusi
sementara ini.
Pasal
187
(1) Rancangan Konstitusi dibuat oleh
Pemerintah dan dengan amanat Presiden disampaikan kepada Konstituante untuk
dimusyawaratkan, demi Sidang itu berapat.
(2) Pemerintah menjaga, supaya rancangan Konstitusi berdasarkan pembangunan Republik Indonesia Serikat dari negara-negara sesuai dengan kehendak rakyat, sebagai yang akan dinyatakan dengan cara demokrasi menurut yang ditetapkan dalam pasal 43 sampai dengan 46.
(3) Berkenaan dengan menjalankan yang ditetapkan dalam pasal-pasal yang tersebut dalam ayat yang lalu, undang-undang federal akan mengadakan tindakan-tindakan yang perlu, sehingga pernyataan suara rakyat yang diperlukan, diperoleh dalam satu tahun sesudah Konstitusi ini mulai berlaku.
(2) Pemerintah menjaga, supaya rancangan Konstitusi berdasarkan pembangunan Republik Indonesia Serikat dari negara-negara sesuai dengan kehendak rakyat, sebagai yang akan dinyatakan dengan cara demokrasi menurut yang ditetapkan dalam pasal 43 sampai dengan 46.
(3) Berkenaan dengan menjalankan yang ditetapkan dalam pasal-pasal yang tersebut dalam ayat yang lalu, undang-undang federal akan mengadakan tindakan-tindakan yang perlu, sehingga pernyataan suara rakyat yang diperlukan, diperoleh dalam satu tahun sesudah Konstitusi ini mulai berlaku.
Pasal
188
(1) Konstituante dibentuk dengan
jalan memperbesar Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih menurut pasal 111 dan
Senat baru yang ditunjuk menurut pasal 97, dengan anggota-anggota luar biasa
sebanyak jumlah anggota biasa majelis itu masing-masing.
Anggota-anggota luar biasa itu dipilih ataupun ditunjuk atau diangkat dengan cara yang sama sebagai anggota biasa.
Ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi anggota-anggota biasa berlaku pula bagi mereka itu.
Pemerintah mengadakan persediaan, sekadar perlu dengan mufakat dengan daerah-daerah bagian, untuk menjamin supaya anggota-anggota luar biasa Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat dipilih, diangkat ataupun ditunjuk pada waktunya.
(2) Rapat gabungan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, keduanya dengan jumlah anggota dua kali lipat, itulah Konstituante.
(3) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ialah Ketua Konstituante, Ketua Senat ialah Wakil Ketua.
(4) Yang ditetapkan dalam pasal 87, 93, 94, ayat 3 dan 4, 95 dan 105, berlaku demikian juga bagi Konstituante.
(5) Rapat-rapat Konstituante terbuka bagi umum, kecuali jika dianggap perlu oleh Ketua menutup pintu ataupun jika sekurang-kurangnya dua puluh lima anggota menuntut hal itu.
Anggota-anggota luar biasa itu dipilih ataupun ditunjuk atau diangkat dengan cara yang sama sebagai anggota biasa.
Ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi anggota-anggota biasa berlaku pula bagi mereka itu.
Pemerintah mengadakan persediaan, sekadar perlu dengan mufakat dengan daerah-daerah bagian, untuk menjamin supaya anggota-anggota luar biasa Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat dipilih, diangkat ataupun ditunjuk pada waktunya.
(2) Rapat gabungan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, keduanya dengan jumlah anggota dua kali lipat, itulah Konstituante.
(3) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ialah Ketua Konstituante, Ketua Senat ialah Wakil Ketua.
(4) Yang ditetapkan dalam pasal 87, 93, 94, ayat 3 dan 4, 95 dan 105, berlaku demikian juga bagi Konstituante.
(5) Rapat-rapat Konstituante terbuka bagi umum, kecuali jika dianggap perlu oleh Ketua menutup pintu ataupun jika sekurang-kurangnya dua puluh lima anggota menuntut hal itu.
Pasal
189
(1) Konstituante tidak dapat
bermufakat atau mengambil keputusan tentang rancangan Konstituante baru, jika
pada rapatnya tidak hadir sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota
sidang.
(2) Konstituante berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam rancangan Konstitusi. Konstitusi baru berlaku, jika rancangannya telah diterima dengan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah suara anggota yang hadir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah.
(3) Apabila Konstituante sudah menerima rancangan Konstitusi, maka dikirimkannya rancangan itu kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah.
Pemerintah harus mensahkan rancangan itu dengan segera.
Pemerintah mengumumkan Konstitusi itu dengan keluhuran.
(4) Kepada tiap-tiap negara bagian akan diberikan kesempatan menerima Konstitusi. Dalam hal suatu negara bagian tidak menerima Konstitusi itu, maka negara itu berhak bermusjawarah tentang suatu perhubungan khusus dengan Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Nederland.
(2) Konstituante berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam rancangan Konstitusi. Konstitusi baru berlaku, jika rancangannya telah diterima dengan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah suara anggota yang hadir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah.
(3) Apabila Konstituante sudah menerima rancangan Konstitusi, maka dikirimkannya rancangan itu kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah.
Pemerintah harus mensahkan rancangan itu dengan segera.
Pemerintah mengumumkan Konstitusi itu dengan keluhuran.
(4) Kepada tiap-tiap negara bagian akan diberikan kesempatan menerima Konstitusi. Dalam hal suatu negara bagian tidak menerima Konstitusi itu, maka negara itu berhak bermusjawarah tentang suatu perhubungan khusus dengan Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Nederland.
BAB
VI
PERUBAHAN,
KETENTUAN2 PERALIHAN
DAN
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Bagian
1
Perubahan
Pasal
190
(1) Dengan tidak mengurangi yang
ditetapkan dalam pasal 51, ayat kedua, maka Konstitusi ini hanya dapat diubah
dengan undang-undang federal dan menyimpang dari ketentuan-ketentuannya hanya
diperkenankan atas kuasa undang-undang federal; baik Dewan Perwakilan Rakyat
maupun Senat tidak boleh bermufakat ataupun mengambil keputusan tentang usul
untuk itu, jika tidak sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota sidang
menghadiri rapat.
(2) Undang-undang sebagai dimaksud dalam ayat pertama, dirundingkan pula oleh Senat menurut ketentuan-ketentuan Bagian 2 Bab IV.
(3) Usul undang-undang untuk mengubah Konstitusi ini atau menyimpang dari ketentuan-ketentuannya hanya dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat ataupun oleh Senat dengan sekurangkurangnya dua pertiga jumlah suara anggota yang hadir.
Jika usul itu dirundingkan lagi menurut yang ditetapkan dalam pasal 132, maka Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat menerimanya dengan sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah suara anggota yang hadir.
(2) Undang-undang sebagai dimaksud dalam ayat pertama, dirundingkan pula oleh Senat menurut ketentuan-ketentuan Bagian 2 Bab IV.
(3) Usul undang-undang untuk mengubah Konstitusi ini atau menyimpang dari ketentuan-ketentuannya hanya dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat ataupun oleh Senat dengan sekurangkurangnya dua pertiga jumlah suara anggota yang hadir.
Jika usul itu dirundingkan lagi menurut yang ditetapkan dalam pasal 132, maka Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat menerimanya dengan sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah suara anggota yang hadir.
Pasal
191
(1) Dengan tidak mengurangi
ketentuan-ketentuan umum tentang mengeluarkan dan mengumumkan undang-undang
federal, maka perubahan-perubahan dalam Konstitusi diumumkan oleh Pemerintah
dengan keluhuran, menurut cara yang akan ditentukannya.
(2) Naskah Konstitusi yang diubah itu diumumkan sekali lagi oleh Pemerintah setelah, sekadar perlu, bab-babnya, bagian-bagian tiap-tiap bab dan pasal-pasalnya diberi nomor berturut dan penunjukan-penunjukannya diubah.
(3) Alat-alat perlengkapan berkuasa yang sudah ada dan peraturan-peraturan serta keputusan-keputusan yang berlaku pada saat suatu perubahan dalam Konstitusi mulai berlaku, dilanjutkan sampai diganti dengan yang lain menurut Konstitusi, kecuali jika melanjutkannya itu berlawanan dengan ketentuan-ketentuan baru dalam Konstitusi yang tidak memerlukan peraturan undang-undang atau tindakan-tindakan penjalankan yang lebih lanjut.
(2) Naskah Konstitusi yang diubah itu diumumkan sekali lagi oleh Pemerintah setelah, sekadar perlu, bab-babnya, bagian-bagian tiap-tiap bab dan pasal-pasalnya diberi nomor berturut dan penunjukan-penunjukannya diubah.
(3) Alat-alat perlengkapan berkuasa yang sudah ada dan peraturan-peraturan serta keputusan-keputusan yang berlaku pada saat suatu perubahan dalam Konstitusi mulai berlaku, dilanjutkan sampai diganti dengan yang lain menurut Konstitusi, kecuali jika melanjutkannya itu berlawanan dengan ketentuan-ketentuan baru dalam Konstitusi yang tidak memerlukan peraturan undang-undang atau tindakan-tindakan penjalankan yang lebih lanjut.
Bagian
2
Ketentuan-ketentuan
Peralihan
Pasal
192
(1) Peraturan-aturan undang-undang
dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat Konstitusi ini
mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar
peraturan-aturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau
diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa
Konstitusi ini.
(2) Pelanjutan peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada sebagai diterangkan dalam ayat 1 hanya berlaku, sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Piagam Pemulihan Kedaulatan, Statut Uni, Persetujuan Peralihan ataupun persetujuan-persetujuan yang lain yang berhubungan dengan pemulihan kedaulatan dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak berlawanan dengan ketentuan-ketentuan Konstitusi ini yang tidak memerlukan peraturan undang-undang atau tindakan-tindakan penjalankan.
(2) Pelanjutan peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada sebagai diterangkan dalam ayat 1 hanya berlaku, sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Piagam Pemulihan Kedaulatan, Statut Uni, Persetujuan Peralihan ataupun persetujuan-persetujuan yang lain yang berhubungan dengan pemulihan kedaulatan dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak berlawanan dengan ketentuan-ketentuan Konstitusi ini yang tidak memerlukan peraturan undang-undang atau tindakan-tindakan penjalankan.
Pasal
193
(1) Sekadar hal itu belum ternyata
dari ketentuan2 Konstitusi ini, maka undang-undang federal menentukan alat-alat
perlengkapan Republik Indonesia Serikat yang mana akan menjalankan tugas dan
kekuasaan alat-perlengkapan yang menjalankan tugas dan kekuasaan itu sebelum
pemulihan kedaulatan, yakni atas dasar perundang-undangan yang masih tetap
berlaku karena pasal 1.
(2) Pemerintah dengan segera menunjuk seorang wakil di Negeri Belanda yang – sambil menunggu peraturan-peraturan yang akan diadakan nanti – menjalankan atas namanya segala kekuasaan-pengurus yang, sebelum pemulihan kedaulatan, dijalankan untuk Pemerintah Indonesia dulu oleh alat-alat perlengkapan Belanda di Negeri Belanda.
(2) Pemerintah dengan segera menunjuk seorang wakil di Negeri Belanda yang – sambil menunggu peraturan-peraturan yang akan diadakan nanti – menjalankan atas namanya segala kekuasaan-pengurus yang, sebelum pemulihan kedaulatan, dijalankan untuk Pemerintah Indonesia dulu oleh alat-alat perlengkapan Belanda di Negeri Belanda.
Pasal
194
Sambil menunggu pengaturan
kewarga-negaraan dengan undang-undang yang tersebut dalam ayat 1 pasal 5, maka
yang sudah warga-negara Republik Indonesia Serikat, ialah mereka yang mempunyai
kewarga-negaraan itu menurut persetujuan yang mengenai penentuan
kewarga-negaraan yang dilampirkan pada Piagam Pemulihan Kedaulatan.
Pasal
195
Apabila sesuatu pokok yang pada saat
Konstitusi ini mulai berlaku, masuk dalam yang diterangkan dalam lampiran
Konstitusi ini, diselenggarakan oleh suatu daerah bagian, maka daerah bagian
itu berkuasa melanjutkan menyelenggarakan pokok itu hingga Republik Indonesia
Serikat mengambil tugas penyelenggaraan itu.
Jika demikian, maka daerah bagian
dalam melanjutkan penyelenggaraan itu untuk sementara, akan bertindak sesuai
dengan pendapat lebih tinggi alat-alat perlengkapan federal yang bersangkutan.
Bagian
3
Ketentuan-ketentuan
Penutup
Pasal
196
Segera sesudah Konstitusi ini mulai
berlaku, Pemerintah mewajibkan satu atau beberapa panitia yang diangkatnya,
untuk menjalankan tugas, sesuai dengan petunjuk-petunjuknya, bekerja
mengikhtiarkan, supaya aturan-aturan yang diperlukan oleh Konstitusi ini
diadakan, serta supaya pada umumnya sekalian perundang-undangan yang sudah ada
pada saat tersebut disesuaikan kepada Konstitusi.
Pasal
197
(1) Konstitusi ini mulai berlaku
pada saat pemulihan kedaulatan. Naskahnya diumumkan pada hari itu dengan
keluhuran menurut cara yang akan ditentukan oleh Pemerintah.
(2) Jikalau dan sekadar sebelum saat yang tersebut dalam ayat (1), sudah dilakukan tindakan-tindakan untuk membentuk alat-alat perlengkapan Republik Indonesia Serikat dan untuk menyiapkan penerimaan kedaulatan, sekaliannya atas dasar ketentuan-ketentuan Konstitusi ini, maka ketentuan-ketentuan itu berlaku surut sampai pada hari tindakan-tindakan bersangkutan dilakukan.
(2) Jikalau dan sekadar sebelum saat yang tersebut dalam ayat (1), sudah dilakukan tindakan-tindakan untuk membentuk alat-alat perlengkapan Republik Indonesia Serikat dan untuk menyiapkan penerimaan kedaulatan, sekaliannya atas dasar ketentuan-ketentuan Konstitusi ini, maka ketentuan-ketentuan itu berlaku surut sampai pada hari tindakan-tindakan bersangkutan dilakukan.
PIAGAM
PERSETUJUAN
Antara Delegasi Republik Indonesia
dan Delegasi Pertemuan Untuk Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst Federaal Overleg, BFO) tentang rencana
KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Pada hari Sabtu tanggal dua-puluh
sembilan bulan Oktober tahun seribu sembilan-ratus empat puluh sembilan kami
Delegasi Republik Indonesia dan Delegasi Pertemuan Untuk Permusjawaratan
Federal (Bijeenkomst Federaal Overleg) yang melangsungkan persidangan
kami di Scheveningen.
Setelah mempertimbangkan dan
menyetujui pikiran2 ketatanegaraan yang disusun oleh kedua Panitia
Ketatanegaraan kami dalam beberapa persidangan bersama di Scheveningen dan
‘s-Gravenhage semenyak bulan Agustus sampai achir bulan Oktober tahun 1949.
Dengan menyunyung tinggi segala
putusan kebulatan yang diambil dalam Konperensi Inter-Indonesia dalam sidangnya
di kota Jogjakarta dan Jakarta dalam bulan Juli dan Agustus 1949;
Setelah mempelajari dan
mempertimbangkan rencana Konstitusi Republik Indonesia Serikat itu, maka kami
Menyatakan
bahwa kami menyetujui naskah
Undang-Undang Dasar Peralihan bernama Konstitusi Republik Indonesia Serikat
yang dilampirkan pada Piagam Persetujuan ini.
Kemudian dari pada itu maka untuk
membuktikan itu kami kedua Delegasi dengan bersaksikan Tuhan Yang Maha Esa
terhadap sikap suci dan kesungguhan-keinginan Bangsa dan Tanah Air Indonesia
Serikat membubuhkan tanda-tangan parap kami pada Piagam-Persetujuan ini:
a. Untuk Republik Indonesia,
Pemimpin Delegasi Republik Indonesia
Drs. Moh. Hatta
b. Untuk Daerah-daerah bagian yang bekerja-sama dalam perhubungan B.F.O.
Utusan Kalimantan Barat
Sultan Hamid II
Ketua B.F.O.
Pemimpin Delegasi Republik Indonesia
Drs. Moh. Hatta
b. Untuk Daerah-daerah bagian yang bekerja-sama dalam perhubungan B.F.O.
Utusan Kalimantan Barat
Sultan Hamid II
Ketua B.F.O.
Utusan Indonesia Timur
Ide Anak Agoeng Gde Agoeng
Wakil Ketua B.F.O. pertama
Ide Anak Agoeng Gde Agoeng
Wakil Ketua B.F.O. pertama
Utusan Madura
Dr. Soeparmo
Wakil Ketua B.F.O. kedua
Dr. Soeparmo
Wakil Ketua B.F.O. kedua
Utusan Banyar
A.A. Rivai
A.A. Rivai
Utusan Bangka
Saleh Achmad
Saleh Achmad
Utusan Belitung
K.A. Moh. Joesoef
K.A. Moh. Joesoef
Utusan Dajak Besar
Mochran Bin Haji Moh. Ali
Mochran Bin Haji Moh. Ali
Utusan Jawa Tengah
Dr. R. Sujito
Dr. R. Sujito
Utusan Jawa Timur
R. Tg. Juwito
R. Tg. Juwito
Utusan Kalimantan Tenggara
M. Jamani
M. Jamani
Utusan Kalimantan Timur
Aji Pangeran Sosronegoro
Aji Pangeran Sosronegoro
Utusan Pasundan
Mr. R. Tg. Jumhana Wiriaatmaja
Mr. R. Tg. Jumhana Wiriaatmaja
Utusan Riau
Raja Mohammad
Raja Mohammad
Utusan Sumatera Selatan
Abdul Malik
Abdul Malik
Utusan Sumatera Timur
Raja Kaliamsjah Sinaga
Raja Kaliamsjah Sinaga