Indonesia, Serikat yang Dilipat
Setelah proklamasi Indonesia dibacakan
pada Agustus 1945 oleh Soekarno dan Hatta di Jakarta, revolusi meledak. Salah
satunya berakibat pada hancurnya negara-negara yang ada, yang banyak di antara
petinggi-petinggi serta bangsawan-bangsawan negara-negara tersebut dibunuhi,
ditangkap, atau melarikan diri.
"strong> readmore</strong>.
"strong> readmore</strong>.
Dalam masa 1946 sampai 1949, berdiri
enam wilayah dan sebelas daerah otonom di kawasan Indonesia.
Negara tersebut adalah:
Negara Indonesia Timur, dibentuk pada 24 Desember 1946
Negara Sumatera Timur, dibentuk pada 25 Desember 1947
Negara Madura, dibentuk pada 20 Februari 1948
Negara Pasundan, dibentuk pada 25 Februari 1948
Negara Sumatera Selatan, dibentuk pada 2 September 1948
Negara Jawa Timur, dibentuk pada 26 November 1948
Negara Indonesia Timur, dibentuk pada 24 Desember 1946
Negara Sumatera Timur, dibentuk pada 25 Desember 1947
Negara Madura, dibentuk pada 20 Februari 1948
Negara Pasundan, dibentuk pada 25 Februari 1948
Negara Sumatera Selatan, dibentuk pada 2 September 1948
Negara Jawa Timur, dibentuk pada 26 November 1948
Daerah otonom itu adalah:
Dayak Besar, ditetapkan pada 7 Desember 1946
Kalimantan Tenggara, ditetapkan pada 27 Maret 1947
Kalimantan Timur, ditetapkan pada 12 Mei 1947
Kalimantan Barat, ditetapkan pada 12 Mei 1947
Bangka, ditetapkan pada 12 Juli 1947
Belitung, ditetapkan pada 12 Juli 1947
Riau, ditetapkan pada 12 Juli 1947
Banjar, ditetapkan pada 14 Januari 1948
Distrik Federal Batavia, ditetapkan pada 11 Agustus 1948
Jawa Tengah, ditetapkan pada 2 Maret 1949
Tapanuli (belum mendapat status Otonom)
Dayak Besar, ditetapkan pada 7 Desember 1946
Kalimantan Tenggara, ditetapkan pada 27 Maret 1947
Kalimantan Timur, ditetapkan pada 12 Mei 1947
Kalimantan Barat, ditetapkan pada 12 Mei 1947
Bangka, ditetapkan pada 12 Juli 1947
Belitung, ditetapkan pada 12 Juli 1947
Riau, ditetapkan pada 12 Juli 1947
Banjar, ditetapkan pada 14 Januari 1948
Distrik Federal Batavia, ditetapkan pada 11 Agustus 1948
Jawa Tengah, ditetapkan pada 2 Maret 1949
Tapanuli (belum mendapat status Otonom)
Sejumlah orang menuding bahwa
negara-negara ini merupakan boneka Belanda, kaki tangan. Akan tetapi, konsepsi negara federal,
yang semula memang digagas oleh Letnan Gubernur Jenderal Van Mook, pada
dasarnya diterima dan selanjutnya memiliki pengertian yang berbeda dari apa
yang diinginkan Belanda.
Sikap-sikap yang diambil Van Mook
membuat dirinya direspon secara berbeda di dua kawasan. Di Indonesia, ia sering
kali dianggap sebagai anti-Indonesia. Namun, di Belanda, ia kerap dihina dan
dianggap sebagai seorang yang pro pada Indonesia (termasuk pada Negara Republik
Indonesia). Bahkan, dalam parlemen Belanda, ia diminta untuk dipecat sebagai
Letnan Gubernur Jenderal dari Netherland Indie.
Zaman itu adalah zaman kekacauan.
Perundingan-perundingan kerap diwarnai ketegangan. Salah satunya adalah ‘politionele
actie’, atau kerap disebut agresi militer I dari Belanda pada 20 Juli 1947.
Tindakan tersebut merupakan upaya penyelamatan penduduk dari serbuan pasukan
Republik Indonesia dan ekstremis-ekstremis komunis. Di saat itu, banyak
pengungsi China dan orang Indonesia, penduduk asli, yang lari dari
kejaran-kejaran dan pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan kaum ekstremis. Di
Belanda, ada satu foto yang terkenal di seluruh dunia, yang berasal dari orang
India dan China, yang membandingkan serangan laskar-laskar dan ekstremis dengan
kekejaman Nazi di Bergen-Belsen.
Pada aksi tersebut, Dewan Keamanan
Persatuan Bangsa-Bangsa memerintahkan kedua belah pihak untuk menghentikan
perang dan melanjutkan perundingan. Namun, ketika perundingan demi perundingan
dengan Republik Indonesia berlangsung dan begitu sukar, dengan situasi yang
amat kompleks, dimana negara-negara lain di Indonesia ingin Republik Indonesia
bergabung dalam Serikat, yang berkejaran dengan waktu untuk membentuk
pemerintahan, Belanda lantas melakukan tindakan militer, pada 20 Desember 1948,
yang mengarah ke ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta.
Hal ini terjadi karena Belanda sudah
dipatok dalam berbagai perjanjian – Linggarjati, Renville, dan Malino – untuk segera
membentuk federasi. Sementara, sikap dari Republik Indonesia tak menentu,
yakni di seputar apakah Republik Indonesia akan disamakan dengan negara-negara
bagian lainnya atau di luar itu semua, juga masalah dalam hal pemerintahan. Hal
ini disebabkan adanya perbedaan pandangan dari internal Republik Indonesia,
baik dari tentara, partai-partai sosialis, partai komunis, dan lainnya.
Namun, tindakan Belanda yang kedua
ini menuai kemarahan dunia, termasuk Sri Pandit Nehru dari Asia dan Dr. Jessup
dari Amerika Serikat. Selain itu, Perdana Menteri Negara Pasundan R.T. Adil
Puradireja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Ide Anak Agung Gde
Agung, pun menyatakan kecaman dan kemarahannya. Keduanya lantas mengundurkan
diri dari jabatan masing-masing sebagai bentuk protes.
Kelak, Republik Indonesia Serikat
pun akhirnya berdiri dengan Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta
sebagai perdana menteri. Hanya saja, ia kemudian dibubarkan satu persatu.
Negara terakhir yang bubar adalah Negara Sumatera Timur dan Negara Indonesia
Timur. Semuanya dilebur ke dalam Negara Republik Indonesia yang dahulu merupakan salah satu negara bagian.
Sumber:
Koninklijk Instituut voor de Tropen (1955). De Staatkundige en Politieke ontwikkeling van Indonesiƫ in de 20 eeuw.
Dr. J.W. Meyer Ranneft (1949). Het Land dat verdween.
Willem Brandt (1947). Demarcatielijn.
Majalah Pengawal (1949). Diterbitkan oleh Jabatan Propaganda dan Penerangan Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur.
Koninklijk Instituut voor de Tropen (1955). De Staatkundige en Politieke ontwikkeling van Indonesiƫ in de 20 eeuw.
Dr. J.W. Meyer Ranneft (1949). Het Land dat verdween.
Willem Brandt (1947). Demarcatielijn.
Majalah Pengawal (1949). Diterbitkan oleh Jabatan Propaganda dan Penerangan Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur.