Kisah Raja Kanayan Panglima Perang Samudera Pasai
Kisah Raja Kanayan Panglima Perang
Samudera Pasai - Ratusan tahun berlalu, tak ada yang
menyadari Sang Panglima Perang yang gagah berani di masa kerajaan Samudera
Pasai itu terkubur di sebuah areal pemakaman di Aceh Utara. Keberadaan Raja
Kayanan baru terungkap pada 2009, setelah seorang peneliti sejarah Islam
menginjakkan kaki di kompleks makam itu.
makam raja kanayan pase
“Ini adalah kubur orang penyergap
(musuh), yang berasal dari keturunan terhormat, pemberani lagi pengasih”.
Begitulah makna tulisan dalam huruf arab yang tertera di sebuah batu nisan di
sudut Desa Meunasah Ujoung, Blang Mee, Samudera, Aceh Utara.
Terletak sekitar 2 kilometer dari
kompleks pemakaman Sultan Malikussaleh, batu-batu nisan itu tertutup
semak-semak tebal. Beberapa batu nisan amblas ditelan bumi. Tak ada yang
peduli selama bertahun-tahun. Mungkin, karena tidak ada yang tahu, siapa
gerangan yang terbaring di makam itu. “Tak kenal maka tak sayang”. Begitu
kata pepatah. Maka, ratusan tahun berlalu, kuburan-kuburan itu
seolah tak bermakna kecuali onggokan batu nisan.
Dan, pada awal Juni 2009, peneliti
sejarah dan kebudayaan Islam, Taqiyuddin Muhammad, yang tengah meneliti sejarah
Kerajaan Samudera Pasai, menginjakan kakinya di lokasi makam itu, di sudut Desa
Meunasah Ujoung, Blang Mee, Samudera, Aceh Utara.
Taqiyuddin, yang ahli epigrafi,
memeriksa onggokan batu nisan kuno yang tergeletak tak menentu di komplek
makam itu. Ada nisan yang miring ke kiri, juga ada ke kanan. Selebihnya,
nisan-nisan yang telah amblas, hanya tampak bagian puncak. Dua nisan terlihat
beda dari yang lain. Nisan itu berhias kaligrafi indah ayat-ayat al-qur’an.
Takjub dan kagum. Itulah yang
dirasakan Taqiyuddin, setelah ia berhasil membaca tulisan di nisan itu.
“Keterangan inskripsi batu nisan itu menyebutkan beberapa sifat pemilik makam,”
kata Taqiyuddin.
Di antaranya, hadzal qabru al-abban
al-hasib asy-syuja’ al-mannan. Makna dari tulisan itu, menurut Taqiyuddin, “ini
adalah kubur orang penyergap (musuh), yang berasal dari keturunan terhormat,
pemberani lagi pengasih”.
Kata-kata asy-syuja’ yang berarti
pemberani, menurut Taqiyuddin, sejauh penyelidikan yang ia lakukan sementara
ini, hanya ditemukan pada nisan makam tersebut. Taqiyuddin yang adalah alumni
Universitas Al-Azhar, Kairo, menyimpulkan bahwa kata-kata itu sebagai pujian
khusus atas keberanian dan kepahlawanan seorang pembesar dalam jihad fi
sabilillah di masa silam.
Lantas, siapakah pembesar yang
dikubur di lokasi itu? “Ini adalah makam milik seorang panglima perang di zaman
Samudera Pasai, bergelar Raja Kanayan,” kata Taqiyuddin, putra Peusangan
Birueun yang telah lama menetap di Desa Uteun Bayi, Banda Sakti, Lhokseumawe.
Berdasarkan keterangan di nisan
makam itu, kata Taqiyuddin, Raja Kanayan wafat pada malam Sabtu 3 Sya’ban 872
hijriah (1468 M). Hal itu menunjukkan bahwa Raja Kanayan telah hidup pada masa
pemerintahan beberapa sultan Samudera Pasai dan meninggal dunia di masa Sultan
Zainal ‘Abidin bin Ahmad bin Zainal ‘Abidin (wafat 878 H/1474 M) menggantikan
pamannya Sultan Mahmud bin Zainal ‘Abidin yang wafat pada 23 Jumadil Akhir 872
hijriah (1468 M), beberapa bulan sebelum wafat Raja Kanayan.
Hal lain yang mendukung intepretasi
bahwa Raja Kanayan sebagai panglima perang di zaman Samudera Pasai, kata
Taqiyuddin, ialah sebuah legenda pertempuran yang dikisahkan dalam Hikayat atau
Sejarah Melayu edisi yang diusahakan oleh W. G. Shellabear. Dalam karya sastra
sejarah itu, pada kisah XIX (hal:112-4), diceritakan bahwa seorang pangeran
dari Mengkasar (Bugis) bernama Semerluki telah diusir oleh ayahnya sebab jatuh
hati kepada ibu tirinya.
Mengutip penjelasan sejarah itu,
Taqiyuddin menyebutkan, sebelum Semerluki pergi merompak ke Ujung Tanah
(Melaka), ia telah membumihanguskan seluruh tanah jajahan di Jawa. Di Melaka ia
bertarung dengan Laksamana (Melaka). Peperangan sengit itu kemudian dimenangkan
Melaka, tapi pasukan Laksamana banyak yang tewas terkena sumpit beracun.
Lalu, Semerluki beralih menyerang
Pasai. Mendengar itu, Raja Pasai memerintahkan Raja Kanayan untuk mengusir
Semerluki. Pertempuran sengit di laut terjadi. Raja Kanayan akhirnya berhasil
mengalahkan Semerluki. Kemudian, Semerluki terpaksa hengkang dari Samudera
Pasai. “Ia mengakui keberanian dan kepahlawanan Raja Kanayan. ‘Berani Raja
Kanayan ini dari Laksamana’ kata Semerluki mengakui kegagahan Raja Kanayan,”
demikian Taqiyuddin mengutip sejarah itu.
Taqiyuddin bilang, berdasarkan
legenda yang direkam dalam Hikayat Melayu itu bisa diketahui bahwa Raja Kanayan
ialah seorang panglima perang laut yang terkenal lihai serta gagah berani di
masanya.
Meskipun riwayat hidup Raja Kanayan
belum banyak diketahui, tapi Taqiyuddin memperkirakan Raja Kanayan tak kalah
hebatnya dengan Khairuddin Barbarus (1470-1547), panglima laut (laksamana)
Turki ‘Utsmani yang hidup setelahnya.
Pada ke dua nisan makam Raja
Kanayan, kata Taqiyuddin, juga dihiasi syair-syair peringatan untuk menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang masih hidup. Di bagian puncak nisan sebelah
kaki (selatan) terukir sebaris doa: “Ighfirillahumma warham li shahibi hadzal
qabr (Ya Allah, ampuni dan rahmatilah pemilik kubur ini)”.
makam raja kanayan pase
“Ukiran kalimat yang amat jelas
terlihat itu seolah ingin mengingatkan setiap peziarah untuk membacakan doa
tersebut kepada pemilik makam,” kata Taqiyuddin beberapa waktu lalu.
Ketika itu, Taqiyuddin bilang,
komplek makam Raja Kanayan tersebut sepengetahuan dirinya belum tercatat dalam
inventaris situs sejarah Bidang Kebudayaan Aceh Utara. Itu sebabnya, belum
pernah dipugar sebagaimana layaknya.
Kendati temuan dari hasil penelitian
Taqiyuddin tentang makam Raja Kanayan sudah disampaikan ke publik melalui media
massa, kala itu. Tapi Pemerintah Aceh Utara lewat Bidang Pariwisata dan
Kebudayaan, baru tergerak hati pada tahun 2011 untuk mengusulkan anggaran
kebutuhan pemugaran situs sejarah itu.
Kepala Bidang Pariwisata dan Kebudayaan
Aceh Utara Nurliana kepada The Atjeh Post, Sabtu, 12 Mei 2012, menyebutkan,
saat ini pihak rekanan tengah membangun cungkup untuk memayungi makam Raja
Kanayan, Panglima Perang Samudera Pasai, di Desa Meunasah Ujoung, Blang Mee,
Samudera. Konstruksi cungkup makam, kata Nurliana, dikerjakan sejak Senin, 7
Mei lalu dengan dana APBK Aceh Utara tahun 2012.
Di penghujung April lalu, kata
Nurliana, pihaknya dibantu sejumlah warga telah melakukan pembersihan komplek
makam Raja Kanayan supaya bisa dibangun cungkup. “Penting kita bangun cungkup
agar situs sejarah ini terawat dengan baik,” katanya.
Begitulah, Raja Kanayan, sang
Panglima Perang Samudera Pasai. Makamnya yang bertahun-tahun terabaikan, tanpa
ada yang peduli, kini akhirnya mulai dipugar. Melestarikan warisan budaya yang
bernilai. Teramat bernilai.Jangan ketinggalan juga baca situs purbakala di
pedalaman aceh utara serta mengenal Teuku Markam yang menyumbangkan emasnya untuk tugu monas dan ngerinya
suasana Rumah Hantu Di Jakarta di halaman sebelumnya.